REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar komunikasi politik, Henry Subiakto, mengatakan lembaga survei bisa semakin tidak dipercaya bila dalam putaran II Pilkada DKI Jakarta 2012 kembali menyuguhkan hasil survei yang meleset dan tidak akurat sebagaimana pada putaran I.
"Lembaga survei bisa 'habis' dan tidak lagi dipercaya masyarakat bila surveinya di putaran II kembali meleset. Masyarakat bisa menilai bahwa lembaga survei melakukan kebohongan," kata dosen Universitas Airlangga, Surabaya itu saat dihubungi di Jakarta, Sabtu (14/7).
Menurut Henry Subiakto, kesalahan dan ketidakakuratan hasil survei pada putaran I Pilkada DKI bisa terjadi karena dua kemungkinan. Yaitu, metodologi yang dilakukan salah sehingga sampel yang diambil tidak representatif; atau karena kesengajaan.
Kalau kemungkinan pertama yang terjadi, kata dia, lembaga survei masih bisa dimaafkan, karena seorang peneliti bisa melakukan kesalahan. Tetapi bila hasil survei tidak akurat karena ada kepentingan mendukung calon tertentu, maka publik tidak akan memaafkan. "Peneliti itu boleh salah tetapi tidak boleh bohong. Lembaga survei itu menjual kredibilitas dan kepercayaan," katanya.
Henry kemudian mencontohkan lembaga survei Gallup yang melakukan kesalahan saat pemilihan presiden Amerika Serikat pada 1948. Saat itu, Gallup menyatakan Harry S Truman sebagai petahana akan kalah dari pesaingnya, Thomas E Dewey.
Namun, ternyata hasil pemilihan presiden bertolak belakang dengan survei Gallup. Truman dinyatakan menang setelah meraup suara 49,6 persen, hanya unggul sedikit dibandingkan Dewey yang memperoleh suara 45,1 persen.
"Ternyata kesalahan itu karena Gallup salah mengambil sampel. Mereka menyurvei masyarakat Amerika melalui telepon, padahal saat itu belum semua orang mempunyai telepon," terang Henry. Atas kesalahan survei itu, masyarakat Amerika kehilangan kepercayaan terhadap Gallup. Perlu waktu cukup lama bagi Gallup untuk memulihkan kepercayaan publik Amerika.
"Lembaga survei di Indonesia harus belajar dari pengalaman Gallup. Meskipun saat melakukan survei mendapat dana dari tim sukses calon tertentu, tetapi tetap harus independen," katanya. Sebelum putaran I Pilkada DKI digelar, sudah beredar cukup banyak hasil survei yang hampir seluruhnya menyatakan keunggulan pasangan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli. Namun, hasil hitung cepat menyatakan kemenangan pasangan Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama.