REPUBLIKA.CO.ID, Hamidah memiliki andil yang besar dalam proses Gerakan (tandhim) IM 1965. Embrio gerakan itu telah muncul pada 1957.
Sayyid Quthb terpilih sebagai penanggung jawab dan koordinator gerakan tersebut. Padahal, penulis “Tafsir Fi Dhilal Alquran” itu berada di balik jeruji besi.
Untuk kelancaran informasi dengan para anggota di luar sel, Hamidah ditunjuk sebagai informan. Usianya kali itu masih 21 tahun. Tak mudah berposisi sebagai utusan kala itu. Prosedur penjara sangat ketat, bahkan nyaris berubah setiap waktu.
Tak jarang, terpaksa menunggu selama lima jam di luar penjara. Tak ada tempat berteduh, di bawah sinar matahari yang menyengat. Hanya untuk satu tujuan, bertemu dengan sang kakak yang divonis 15 tahun penjara.
Kondisi itu berlangsung hingga 1965. Gerakan revolusi untuk menggulingkan tiran yang zalim gagal. Pada tahun yang sama, seluruh anggota keluarga Quthb ditangkap. Mereka mendapat siksaan pedih.
Pada tahun itu juga, Pengadilan Mesir yang dipimpin oleh Muhammad Fuad ad-Dajawi menjatuhkan vonis mati terhadap Sayyid Quthb. Keputusan dari tiran zalim. Sebuah catatan merah, sejarah kelam Mesir modern.
Demikian pula Hamidah. Ia mendekam di penjara selama enam tahun empat bulan. Ini ditambah dengan hukuman kerja rodi selama sepuluh tahun.
Saat itu, ia masih gadis dan berumur 29 tahun. Keimanannya tak luntur sedikit pun. Justru, keyakinannya bertambah. Ia mampu menghafal Alquran 30 juz selama di penjara.
Cobaan itu berakhir ketika ia dinyatakan keluar penjara pada 1972. Selang beberapa saat, ia menikah dengan seorang dokter spesialis jantung, Prof Hamdi Mas'ud.