Rabu 23 Jan 2013 19:11 WIB

'Redenominasi tak Bikin Gejolak Inflasi'

Gubernur Bank Indonesia, Darmin Nasution.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Gubernur Bank Indonesia, Darmin Nasution.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur Bank Indonesia (BI), Darmin Nasution, mengungkapkan Pemerintah memastikan kebijakan penyederhanaan jumlah digit mata uang atau redenominasi tidak akan menimbulkan gejolak inflasi.

"Secara tepat kami bisa hitung kelebihan atau kekurangan jumlah uang beredar di masyarakat, misalkan terjadi kelebihan akan kami sedot, kami punya mekanismenya," kata Darmin di acara 'Kick Off Konsultasi Publik, Redenominasi Bukan Sanering', di Jakarta, Rabu (23/1).

Menurut dia, di tengah ketidakpastian ekonomi global, ekonomi nasional berkembang dengan pesat dalam beberapa tahun terakhir. Dalam tiga tahun terakhir, perekonomian mampu tumbuh di atas enam persen, tingkat inflasi stabil dengan tren yang menurun, nilai tukar rupiah relatif stabil.

Dengan demikian, menurut dia, pesatnya perkembangan ekonomi akan disertai dengan semakin meningkatnya perkembangan transaksi keuangan di masyarakat yang membuat kebutuhan redenominasi akan terus meningkat. "Kebutuhan penyederhanaan atau redenominasi diperkirakan akan terus meningkat," katanya.

Dia mengatakan kajian redenominasi telah dilakukan sejak 2007 silam dengan menggali pengalaman dari berbagai negara, analisis kemungkinan implementasi redenominasi di Indonesia, tahap pelaksanaan dan analisis potensi risikonya.

Setelah masa persiapan, implementasi redenominasi di Indonesia diperkirakan akan memerlukan waktu enam hingga 12 tahun. "Paling tidak enam tahun hingga 12 tahun, itu proses keseluruhan sampai keluar uang baru, dimana dalam prosesnya masyarakat harus percaya sehingga butuh waktu, kalau buru-buru, masyarakat malah akan kuatir," katanya.

Dia menjelaskan keseluruhan program mencakup tiga tahap yakni tahap persiapan dengan kegiatan utama penyusunan RUU Redenominasi, rencana pencetakan uang dan distribusinya, penyesuaian infrastruktur dan teknologi informasi sistem pembayaran serta sosialisasi masyarakat.

Selanjutnya tahap transisi atau paralelisasi, saat dua mata uang yaitu rupiah lama dan rupiah baru diberlakukan. "Rupiah lama dan rupiah baru diberlakukan bersama-sama, itu sekitar dua hingga tiga tahun," kata Darmin. Terakhir, tahap phasing out, saat mata uang rupiah yang baru menjadi mata uang rupiah yang berlaku satu-satunya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement