Kamis 07 Mar 2013 17:47 WIB

Chaviztas: Chavez 'Tetap Hidup'

Rep: bambang noroyono/lingga permesti/erik purnama putra/nur aini/reuters/ap / Red: Heri Ruslan
Hugo Chavez
Foto: REUTERS/Gil Montano
Hugo Chavez

REPUBLIKA.CO.ID,  KARAKAS -- Di bawah langit yang makin memerah, ribuan orang tumpah ruah ke berbagai sudut Kota Karakas, Venezuela, Selasa (5/3). Air mata mengalir pada wajah-wajah mereka begitu mengetahui pemimpin revolusi mereka, Presiden Hugo Chavez, meninggal dunia.

"Dia meninggal, tapi hidup di hati kami," kata warga Karakas, Francis Izquierdo. Ia mengaku, sangat kehilangan sosok Chavez yang peduli kepada rakyat miskin dan mampu menjaga harga diri bangsa.

Jumlah Chaviztas, pendukung Chavez, makin banyak memadati jalan-jalan menjelang malam. Mereka berkumpul di Lapangan Bolivar sambil mengangkat poster Chavez setinggi-tingginya. Ribuan api lilin memancarkan cahaya terang ke berbagai sudut jalan dan lapangan.

Wakil Presiden Venezuela Nicolas Maduro yang kini memegang tanggung jawab pemerintahan menyatakan, kebijakan dan ideologi Chavez akan terus berjalan. "Perdamaian harus dijaga," kata Maduro.

Venezuela menetapkan masa berkabung selama tujuh hari. Bendera setengah tiang berkibar di Istana Miraflores dan rumah-rumah serta gedung-gedung di seantero negeri.

Chavez mengembuskan napas terakhirnya dalam usia 58 tahun di Rumah Sakit Militer, Karakas, Selasa (5/3), pukul 16.25 waktu setempat atau Rabu (6/3) pagi waktu Jakarta. Kanker terus menggerogoti tubuhnya sejak 2011 silam. Dengan tangis Maduro mengatakan, Chavez wafat lantaran infeksi pascaoperasi.

Chavez tidak pernah terlihat di depan publik sejak menjalani operasi keempat di Havana, Kuba, pada 11 Desember 2012. Mantan penerjun militer berpangkat letnan kolonel ini telah memimpin Venezuela selama 14 tahun. Dia pernah gagal mengudeta Presiden Carlos Andres Perez pada 1992. Ia pun dipenjara.

Setelah mendapat pengampunan dari penjara dua tahun, Chavez mantap di jalur politik. Ideologi sosialis membuat dia populer dan bertahan dalam tiga kali pemilu berturut-turut. Sejatinya, Chavez mengucapkan sumpah sebagai presiden pada 23 Januari 2013, tetapi tak memungkinkan akibat kondisi kesehatannya memburuk.

Chavez mati-matian membangkitkan negaranya yang merupakan penghasil migas terbesar di Amerika dan keempat di dunia ini. Dia menasionalisasi semua eksplorasi migas yang membuatnya menjadi musuh bersama Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa. Di sisi lain, Argentina, Bolivia, Nikaragua, Ekuador, dan Brasil justru mengikuti langkah Chavez. Bagi sebagian warga miskin New York, ia adalah pahlawan.

Pengagum Che Guevara ini bermimpi merealisasikan revolusi sosial di Venezuela seperti yang dicita-citakan Karl Marx, pendiri komunisme. Ia bercita-cita menghapus kelas di masyarakat, menjadikan kekayaan negara sebagai milik rakyat, mengubah konstitusi agar presiden bisa seumur hidup, dan membatasi gerak pers.

Sukses sebagai pemimpin, tetapi gagal di rumah tangga. Pemilik acara televisi “Alo Presidente” ini menikah dua kali dan semuanya cerai. Dari istri pertama, Chavez memiliki dua putri dan seorang putra. Dari istri kedua, ia dikaruniai seorang putri.

Chavez getol menggempur kebijakan negara-negara kapitalis. Dia menjalin aliansi dengan Iran dan Libya untuk bersama-sama menjatuhkan AS. Dalam sebuah forum PBB pada 2006, Chavez menyebut presiden AS kala itu, George W Bush, sebagai iblis. "Kemarin iblis itu datang ke sini, bau belerangnya masih terasa hingga hari ini," kata Chavez.

Presiden AS Barack Obama tak luput dari 'sengatan' Chavez. Pada 2011, dia menuding Obama sebagai penipu. Dalam kunjungan ke Iran pada 2006, Chavez mengatakan, Israel melakukan tindakan yang lebih buruk dibandingkan Adolf Hitler. Pada tahun yang sama, Perdana Menteri Inggris Tony Blair disebut Chavez sebagai pion imperialis.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement