REPUBLIKA.CO.ID, Seorang biksu nasionalis Wirathu terlihat bersama dengan kawanan biksu dari Mandalay, di sebuah jalan di Meikhtila.
Wirathu baru saja dibebaskan tahun lalu usai mendekam sembilan tahun di penjara. Dia bisa bebas karena amnesti yang diberikan untuk ratusan tahanan politik, usai reformasi pascamiliter berkuasa. Dia ditahan karena membantu menghasut kerusuhan anti-Muslim pada 2003.
Sekarang ini, tokoh karismatik dengan senyum muda itu menjadi kepala biara di Biara Masoeyein Mandalay, komplek tempat dia memimpin 60 biksu dan menjadi tokoh dari 2.500 warga disana.
Dari kekuatan itu, dia memimpin satu pergerakan yang dinamakan 969. Gerakan ini mendorong Umat Buddha untuk menghindari bisnis dan komunitas Muslim.
Tiga angka itu berasal dari beberapa simbol yang bersumber dari ajaran Buddha. Dia mengajarkan kebiksuan. Pada praktiknya, nomor itu menjadi citra dari bentuk radikal nasionalis anti-Muslim. Mereka ingin membuat Myanmar bertransformasi menjadi mirip dengan negara apartheid.
"Kami punya slogan: Saat makan, makan 969; saat pergi, pergi 969; saat membeli, beli 969," ujar Wirathu saat diwawancara di biaranya, di Mandalay.
Menjadi pemimpin ekstremis, Wirathu pun mengaku sebagai Bin Laden Birma. Dia mengaku memberi pidato 969 sekitar empat bulan lalu. Tugasnya, ujar Wirathu, adalah untuk menyebarkan misi tersebut dan berhasil. Stiker 969 Wirathu berkembang dan diikuti dengan kekerasan.
Perusuh mencoretkan angka 969 ketika menghancurkan pusat bisnis Muslim di Meikhtiila. Pergerakan anti-Muslim di daerah Bago, dekat di Yangon, meletus seusai seorang biksu berkhotbah soal pergerakan 969. Stiker dengan angka 969 tampak di tiang jalan, motor, poster, mobil dan di seluruh jantung kota.