REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS--Seret dana yang dialami koalisi pemberontak Suriah, memaksa Uni Eropa melunakkan sanksi bagi negara itu. Keringangan sanksi diharapkan menolong pasukan pemberontak untuk menjual minyaknya keluar Suriah.
Hanya saja, menurut pejabat Dewan Nasional Suriah justru dalam satu bulan setelah kelonggaran sanksi, oposisi tak mampu menjual minyak mentah. Penyebabnya, penjualan komoditas membutuhkan campur tangan eksekutif.
Direktur Jenderal Gugus Tugas Ekonomi Suriah, Usamah Alqadhi menyatakan tanpa ada campur tangan pemerintah yang berkuasa saat ini, ucap anggota cabang dari Dewan Nasional, penjualannya sulit dilakukan.
Koalisi baru bisa menjual jika sudah ada persetujuan dari pemerintah. Persetujuan dari Pemerintah sementara baru akan disampaikan pada akhir bulan April.
Setelah itu, lanjut dia, Dewan Nasional baru bisa menandatangani penjualan kepada calon pembeli, misalnya Turki.
Dewan Nasional Suriah adalah kelompok persaudaraan yang memiliki pengaruh terbesar dalam kelompok oposisi yang dikenal Revolusi Suriah dan Pasukan Keamanan Oposisi.
Dewan atau koalis mengaku i tak mampu membendung penjualan gelap, yaitu melalui truk-truk yang telah meninggalkan Suriah melalui timur laut. ''Kami menganggap ini penyelundupan karena mereka membuang minyak Suriah,'' ucapnya.
Selain itu, sebagian warga juga mengambil sisa-sisa minyak di kilang yang ada untuk diproduksi menjadi BBM kualitas rendah. Setelah itu dipakai atau dijual untuk konsumsi domestik.