REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Pengusaha Gula dan Terigu Indonesia (Apegti) menyatakan masyarakat di perbatasan Indonesia mengeluh sulit mendapatkan gula selama setahun terakhir. Ketua Apegti Natsir Mansyur mempertanyakan tanggung jawab pemerintah dalam hal ini.
Dia mengeluhkan Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Koordinator Perekonomian yang tidak kunjung menanggapi bahkan saling lempar tanggung jawab mengenai carut marut pengadaan dan distribusi gula di daerah perbatasan Indonesia. Akibatnya, kata Natsir, ini menimbulkan dampak yang serius.
Dia menjelaskan, produksi gula konsumsi di Pulau Jawa hanya 2,1 sampai 2,3 juta ton per tahun. Padahal konsumsi gula nasional mencapai 2,9 juta ton per tahun. “Melihat produksi gula konsumsi hanya dapat diserap oleh konsumen di Jawa, bagaimana dengan konsumen di perbatasan,” ujar dia dalam keterangan tertulisnya kepada ROL, Selasa (30/4).
Natsir mengungkapkan, sudah setahun terakhir masyarakat perbatasan tidak mendapat distribusi gula dengan baik, padahal masyarakat di perbatasan adalah bangsa Indonesia juga. Menurutnya, disparitas harga gula antara Jawa dan daerah perbatasan begitu tinggi. “Harga gula konsumsi dari negara tetangga sekitar Rp 10 ribu per kilo per kilogram. Sementara harga gula dari Jawa mencapai Rp 13 ribu per kilogram dan itu pun sulit didapatkan,” ungkapnya.
Selain gula, lanjut Natsir, kebutuhan pangan lainnya seperti beras, daging sapi, dan makanan olahan lebih mudah didatangkan dari negara tetangga dibandingkan dari wilayah Indonesia. Dia menilai, pemerintah kurang peka terhadap permasalahan yang terjadi di perbatasan. “Karena di sisi lain, apabila regulasi impor gula ini diatur dengan baik maka penyeludupan akan berkurang, pajak bea masuk dapat diperoleh negara, dan tidak akan terjadi lagi perselisihan sesama warga dengan aparat,” tuturnya.
Natsir juga menyayangkan kasus impor gula konsumsi dan pangan lainnya yang terjadi di perbatasan, khususnya di Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur yang menimbulkan konflik dan tidak ditangani dengan baik oleh ketiga Kementerian terkait. “Kami harapkan pemerintah bisa melihat kondisi sebenarnya, sehingga diperlukan langkah-langkah yang tepat dengan membuat regulasi atau tata niaga yang baik dalam pemenuhan kebutuhan gula dan bahan pokok sehingga tidak semua barang menjadi ilegal,” ucapnya.