REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kontrak Perusahaan migas asal Prancis, Total E&P Indonesie dalam mengelola minyak dan gas di Blok Mahakam, Kalimantan Timur berakhir pada 2017. Meskipun masih empat tahun mendatang, kejelasan operator tersebut dinilai perlu diputuskan secepatnya tanpa menunggu Presiden periode mendatang.
Anggota Komisi VII DPR RI, Satya Widya Yudha mengatakan hal tersebut agar kerugian investasi akibat ketidakjelasan kontrak dapat diminimalisir. Ia menilai kejelasan kontrak perlu dilakukan bahkan dalam jangka waktu 10 tahun sebelumnya.
''Agar nanti yang menjadi pengelola selanjutnya bisa bersiap, baik dalam teknis maupun investasi,'' kata dia ketika dihubungi, Sabtu (25/5). Satya melanjutkan, jika keputusan dilakukan terlambat maka ada ketakutan berupa kerugian yang akan diderita baik pemerintah maupun operator.
Hal ini karena perpindahan pengelolaan membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Perlu banyak persiapan yang dilakukan. Terkait pengelola yang dicalonkan, baik dilanjutkan oleh Total E&P Indonesie ataupun Pertamina, Satya memberikan opsi.
''Pertamina nanti bisa mengikuti tender, jika akhirnya pengelola beralih maka Total E&P Indonesie dapat mendampingi,'' kata dia. Mengingat Total telah sangat berpengalaman dengan dua kali melakukan perpanjangan. Atau, tambahnya kedua calon operator tersebut dapat berkolaborasi.