REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penjualan biodiesel asal Indonesia yang merupakan produk turunan dari sawit dituduh mempraktikkan dumping oleh Uni Eropa sehingga dikenai bea masuk antidumping sebesar 2,8 persen hingga 9,6 persen.
"Keputusan Uni Eropa itu bersifat sementara, dan tentunya ini merugikan kepentingan Indonesia," kata Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi dalam jumpa pers di Kementerian Perdagangan, Jakarta, Jumat (31/5).
Bayu mengatakan, dua hari lalu, Uni Eropa memutuskan memberlakukan antidumping sementara untuk produk biodiesel Indonesia, sementara proses penuduhan praktik dumping sudah berlangsung beberapa waktu lalu.
"Dari sudut pandang pemerintah, ini jelas merupakan keputusan yang tidak menggembirakan, dan sesungguhnya keputusan untuk mengenakan antidumping terhadap perusahaan Indonesia itu tidak tepat," ujar Bayu.
Indonesia masih memiliki kesempatan untuk menyanggah dan Kementerian Perdagangan akan mengumpulkan data untuk membantah tuduhan tersebut.
Pihak Uni Eropa, lanjut Bayu menuduh produk biodiesel asal Indonesia memiliki harga lebih murah bila dibandingkan produk biodiesel dari bahan lain seperti minyak kedelai, matahari, rapeseed dan lain-lain.
"Harga kita jauh lebih murah, itu tuduhan mereka, dan sawit kita memiliki keunggulan dibandingkan bahan baku lain. Karena produksi sawit kita tinggi maka harga sawit kita juga murah hanya 200 dolar AS per ton," kata Bayu.
Bayu berpendapat keputusan Uni Eropa akan mengakibatkan konsumen di Benua Biru tersebut rugi karena kekurangan bahan baku biofuel yang kompetitif.
Bayu menyatakan, untuk merespons tuduhan tersebut dalam waktu 30 hari, Indonesia akan mengajukan keberatan dan Kementerian Perdagangan akan mendampingi perusahaan-perusahaan yang mengajukan keberatan.
"Kami akan mendampingi, dan dalam waktu 90 hari akan ada pengumpulan informasi yang nantinya dilanjutkan dengan proses dengar pendapat," ujar Bayu.
Pada kesempatan yang sama, Sekjen Asosiasi Produsen Biofuels Indonesia (Aprobi) Paulus Tjakrawan menyatakan bahwa pihaknya sangat kecewa terhadap tuduhan Uni Eropa. "Kami sangat kecewa dan tidak bisa menerima pengenaan bea masuk antidumping," kata Paulus.
Paulus mengatakan akan mengikuti proses untuk menyangkal tuduhan tersebut dalam tenggat waktu 30 sampai 60 hari ke depan. "Jika tidak berhasil, kita akan membawa ke pengadilan atau bahkan WTO, dan kita mengharapkan dukungan dari semua pihak dan tentunya pemerintah," kata Paulus.