REPUBLIKA.CO.ID, Surabaya -- Ketua MPR Zulkifli Hasan mengatakan, kericuhan di Tolikara, Papua tidak boleh terjadi lagi karena sangat bersinggungan dengan isu suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA). Menurutnya, perbincangan dan perdebatan soal perbedaan di Indonesia seharusnya sudah selesai sejak UUD 1945 ditetapkan sebagai konstitusi negara pada 18 Agustus 1945, lalu.
Zulkifli menyebutkan, bangsa Indonesia melalui para pendiri bangsa sudah berkomitmen untuk bersatu dengan keberagaman dalam wadah NKRI. Semua itu, lanjutnya, sudah tertera di dalam konstitusi Indonesia.
"Apabila kita mempersoalkan kembali soal perbedaan, itu berarti kita mengalami kemunduran sangat jauh, artinya kembali lagi hidup pada masa sebelum tanggal 18 Agustus, nggak akan maju-maju," kata Zulkifli di Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (25/7).
Zulkifli mengatakan, melalui komitmen bangsa ini, seharusnya tidak lagi ada kasus pelarangan menjalankan ibadah yang merupakan hak asasi setiap warga Indonesia dan harus dilindungi. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang dimiliki Indonesia membuat siapa pun bebas menjalankan agama yang diyakininya.
Ia pun meminta pihak yang melakukan pelarangan, seperti yang terjadi di Tolikara, ditindak tegas. "Tidak ada lagi siapa pun atas nama apa pun melarang kebebasan menjalankan ibadah karena sudah dijamin kebebasannya dalam konstitusi. Kalau ada yang melarang, mengganggu agama lain, itu berarti melanggar konstitusi," ujarnya.
Politikus PAN itu mengatakan, saat ini tantangan yang dihadapi dan harus menjadi fokus bangsa Indonesia adalah terkait penanggulangan kemiskinan, pengangguran, dan perbaikan penegakan hukum. Indonesia pun, lanjutnya, harus mewujudkan pemerintahan yang baik dan transparan serta menciptakan sistem sosial budaya yang beradab, bukan lagi mempersoalan tentang idelologi, konstitusi, NKRI, dan keberagaman.
"Toleransi, musyawarah, gotong royong harus menjadi nilai-nilai utama yang harus menjadi keseharian kita," kata Zulkifli.