REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Ketua MPR Zulkifli Hasan menilai pertarungan politik dalam Pilkada serentak adalah pertarungan politik berwawasan kebangsaan.
"Pertarungan politik dalam pilkada serentak semestinya adalah pertarungan politik yang berwawasan kebangsaan yang menguntungkan rakyat," katanya ketika menjadi keynote speech seminar nasional di Universitas Andalas Padang, Sumatera Barat, Selasa (1/9).
Seminar bertema 'Mewujudkan Partisipasi Politik Kebangsaan dalam Pemilukada Serentak yang Demokratis, Transparan, dan Anti Korupsi' merupakan rangkaian kegiatan Pekan Politik Kebangsan III yang diselenggarakan Himpunan Mahasiswa Jurusan Ilmu Politik (HMJIP) Universitas Andalas.
Politik berwawasan kebangsaan, kata Zulkifli, adalah politik yang mementingkan rakyat, bukan politik yang mementingkan kelompok atau golongan. "Bukan politik pragmatis dan transaksional," katanya.
Untuk mewujudkan pertarungan politik berwawasan kebangsaan itu, menurut Zulkifli, maka semua perangkat dalam penyelenggaraan pilkada serentak bisa berfungsi secara optimal. "Seperti KPU, Bawaslu, Panwas, maupun pengawas pemilu independen," katanya.
Namun, Zulkifli mengakui bukan perkara mudah untuk memaksimalkan perangkat penyelenggara pilkada. Dia mencontohkan kasus Pilkada Surabaya. "Tiba-tiba calon wakil walikotanya lari. KPU memutuskan calon walikota tidsak memenuhi syarat," ujarnya.
Bukan hanya terjadi dalam kasus Pilkada Surabaya, tetapi juga di daerah lain. Zulkifli menyebutkan kasus Pilkada di daerah Pacitan. "Ada calon yang mundurvkarena takut, diancam, dan dibayar," katanya.
Zulkifli meminta sivitas akademika Universitas Andalas untuk mengawasi pelaksanaan Pilkada serentak. "Kasus-kasus seperti itu tidak boleh terjadi," ujarnya.
Menilik ke belakang, Zulkifli mengatakan semua itu terjadi karena tidak lagi mengimplementasikan sila keempat Pancasila. "Sekarang satu orang satu suara. Semua melalui pertarungan dan mengabaikan musyawarah mufakat," katanya.
Pertarungan itu tidak hanya di partai politik tapi juga di kalangan ormas-ormas. "Demokrasi semestinya untuk kesejahteraan rakyat. Tapi faktanya, demokrasi belum mensejahterakan rakyat. Apakah kita sudah mengarah ke sana (demokrasi untuk kesejahteraan)," katanya menegaskan.