REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil ketua MPR Hidayat Nur Wahid mengungkapkan, Majelis Permusyawaratan Rakyat akan meramaikan suasana politik tahun dengan, dengan mulai mengajukan amandemen UUD.
Sebab, MPR melihat UUD saat ini perlu dikaji ulang karena ada beberapa pasal yang dinilai melenceng.
Menurut Hidayat, MPR pada periode sekarang menarik, karena pihaknya mulai mengusulkan adanya amandemen UUD. Sebab, selain perjalanan konstitusi yang sudah dua periode. Banyak pihak yang kecewa dengan amandemen sekarang, dan ingin mengembalikan UUD ke bentuk yang asli.
Memang, diakuinya ada berbagai hal dalam UUD yang layak untuk diperbaiki. ''Kalau mau mengembalikan UUD ke bentuk aslinya, ya harus amandemen, meski hal itu sulit,'' kata Hidayat di Kantor Harian Republika, Senin (9/11).
Politisi PKS itu mengungkapkan, MPR periode lalu telah membuat rekomendasi untuk amandemen UUD. Sekarang, melalui empat badan yang dibentuk MPR, salah satunya Badan Pengkajian yang bertugas mengkaji UU.
''Melalui badan pengkajian, ternyata layak UUD diamandemen. Kemungkinan besar tahun depan sudah mulai bergulir,'' ungkap dia.
Salah satu poinnya, kata Hidayat, adalah memunculkan kembali Garis Besar Haluan Negara atau GBHN. Ia menjelaskan, GBHN efektif untuk mengikat negara dalam satu program jangka panjang. Sebab saat ini, baik Presiden, Gubernur, dan Walikota, melaksanakan program yang dijanjikan masing-masing, apalagi penggantinya berasal dari partai yang berbeda.
Sehingga, meski presiden, gubernur maupun bupati/walikota dipilih rakyat, namun tetap ada acuan GBHN dalam menyusun program-programnya. Termasuk dalam hal membuat UUD, dan juga evaluasi terhadap kewenangan MK, karena keputusannya yang final dan mengikat.
''Jadi periode ini nampaknya MPR akan cukup ramai karena ada wacana perubahan UUD. Metode amandemen ini juga akan dievaluasi, karena amandemen selama ini sinkronisasinya belum maksimal,'' ujar dia.