REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua MPR Zulkifli Hasan menilai, banyak pengamat mengatakan persatuan dan kesatuan Indonesia tidak akan bertahan lama, dengan didasarkan kenyataan bahwa Indonesia memiliki keberagaman yang sangat banyak.
Apalagi, kata dia, kalau melihat nasib yang dialami Uni Soviet, yang memiliki banyak keragaman namun akhirnya terpecah, menjadi beberapa negara kecil.
''Tapi orang lupa, Indonesia tidak sama dengan Soviet. Sejak lama masyarakat Indonesia sangat toleran dan saling menghargai antara satu dengan yang lain,'' kata Zulkifli, ketika menjadi pembicara kunci pada Dialog antar umat beragama untuk hidup dan perdamaian, di Gedung Nusantara V, kompleks Parlemen Senayan, Jakarta belum lama ini.
Selain itu, menurut Zulkifli, saat terjadi perdebatan menyangkut dasar negara, Indonesia juga bisa melaluinya dengan baik.
Ketika itu, umat Islam yang jumlahnya mayoritas, ternyata mau menerima dan mengakui masyarakat non-Muslim di Indonesia bagian timur.
Sehingga Pancasila seperti yang disampaikan Soekarno pada 1 juni akhirnya diterima sebagai dasar dan ideologi bangsa.
"Kita adalah negara yang sangat toleran dan bisa menghormati antara satu dengan yang lain. Semoga itu bisa menjadi contoh dan model bagi negara-negara lain,'' ucap Zulkifli.
Dialog antar umat beragama tersebut merupakan kerjasama antara Center For Dialogue And Cooperation Among Civilation (CDCC), dan San Idigio komunitas Italia. Beberapa tokoh agama turut memberikan pemikirannya dalam acara tersebut.
Seperti Syafiq A. Mughni (PP Muhammadiyah), Pdt. Henriette Tabita Hutabarat Lebang (PGI), Ignatius Suharyo (KWI), Maha Pandita Utama Suhadi Sendaja (Walubi), Nyoman udayana Sangging (PHDI) dan Uung Sendana (Matakin), serta Din Syamsudin.