REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Oesman Sapta Odang menegaskan MPR RI akan memaksimalkan Badan Pengkajian sistem ketatanegaraan untuk melakukan kajian atas sistem ketatanegaraan yang ada bagi kemungkinan adanya amandemen UUD 45.
"Tahun 2016 ini adalah tahun MPR untuk fokus menata kembali sistem ketatanegaraan," kata Wakil Ketua MPR RI
Oesman Sapta Odang pada rapat koordinasi Badan-badan Majelis Permusyawaratan Rakyat di Denpasar, Bali, Minggu.
MPR RI menggelar rapat koordinasi dengan badan-badan MPR selama dua hari untuk menetapkan program kerja prioritas tahun 2016. Rapat tersebut membahas kejelasan posisi MPR saat ini dalam menjawab ekspektasi masyarakat luas.
Lebih lanjut Oesman Sapta menjelaskan bahwa fokus kajian tersebut merupakan hasil rekomendasi Majelis Permusyawaratan Rakyat 2009-2011 tentang penguatan MPR dan diberlakukannya kembali GHBN.
Lebih lanjut Oesman Sapta menjelaskan MPR akan memaksimalkan badan pengkajian untuk melakukan kajian atas sistem ketatanegaraan bagi kemungkinan adanya amandemen UUD 45 yang terbatas khusus penguatan lembaga MPR dan acuan pembangunan negara jangka pendek, menengah dan panjang, supaya tidak setiap ganti presiden ganti kebijakan.
"Ini sedang dalam proses, nanti kita lihat. Tetapi sekarang ini disadari semua pihak, harus ada program jangka pendek, menengah dan panjang," kata Oesman Sapta.
Ketika ditanyakan apakah artinya akan ada amandemen UUD 45 pada tahun 2016, Oesman Sapta mengatakan, MPR tidak menetapkan soal ini karena hal itu harus ada usulan minimal 2/3 anggota.
"Soal amandemen ini harus hati-hati, jangan sampai setelah pintu dibuka akan masuk semua hal-hal yang tak perlu," kata Oesman Sapta.
Selain fokus mengkaji sistem ketatanegaraan, MPR juga mengusulkan untuk memaksimalkan sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan dengan menghadirkan pendidikan konstitusi kepada generasi muda agar benar-benar mendapatkan pemahaman yang mendalam.