REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG -- Pimpinan Badan Pengkajian MPR Rambe Kamarulzaman mengatakan dalam UUD tidak ada ketentuan dan klausul tentang amenden (perubahan) terbatas UUD. Tidak ada istilah perubahan terbatas UUD. Sepanjang bisa memenuhi persyaratan sesuai pasal 37 UUD NRI Tahun 1945 maka perubahan UUD bisa dilakukan.
Rambe menjelaskan UUD telah mengalami satu kali perubahan dalam empat tahap. Perubahan pertama ini adalah perubahan untuk memperkuat sistem presidensil. "Bukan empat kali perubahan UUD tapi satu kai perubahan dalam empat tahap. Pada perubahan pertama ini kita ingin memperkuat sistem presidensil. Karena itu ada pemilihan presiden secara langsung," katanya, ketika membuka diskusi kebangsaan MPR Goes to Campus di Universitas Lampung, Rabu (21/9).
Tema diskusi kebangsaan ini adalah 'Menggagas Perubahan UUD NRI Tahun 1945'. Narasumber diskusi ini antara lain Martin Hutabarat (Fraksi Gerindra), Mujib Rohmat (Fraksi Golkar), Ali Taher (Fraksi PAN). Rambe menambahkan perubahan UUD dilakukan secara adendum. Artinya dengan penambahan. Dalam satu naskah UUD ada naskah asli dan dimasukan perubahan pertama, kedua, ketiga, dan keempat.
"Sistem adendum ini menambah bukan menghapus pasal. Kita bisa cek berapa kali pasal diubah," kata Ketua Fraksi Partai Golkar MPR ini.
Berkaitan dengan tema menggagas perubahan UUD, Rambe mengungkapkan bahwa MPR memiliki kewenangan untuk menetapkan dan mengubah UUD. "Untuk melakukan perubahan UUD sudah diatur dalam pasal 37 UUD NRI Tahun 1945," imbuhnya.
Menurut pasal 37, lanjut Rambe, usulan perubahan UUD diajukan sedikitnya 1/3 anggota MPR. Usulan juga disertai alasan untuk mengubah pasal dan bagaimana rumusan perubahannya. Lalu apakah ada amandemen (perubahan) terbatas UUD?
"Dalam UUD tidak ada amandemen terbatas. Selama persyaratan untuk melakukan perubahan UUD terpenuhi maka perubahan UUD bisa digagas," kata dia.