REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Ketua MPR Republik Indonesia, Zulkifli Hasan, menyebut tokoh bangsa dari Partai Masjumi, Muhammad Natsir, sebagai Bapak Negara Kesatuan Republik Indonedia (NKRI) yang mempersatukan bangsa. Sayangnya, peran beliau melalui Mosi Integral Natsir hampir dilupakan.
"Padahal inilah yang sering disebut sebagai Proklamasi Kedua untuk menyelamatkan Republik Proklamasi 17 Agustus 1945, tanpa darah yang tumpah dan tanpa pelanggaran konstitusi," ujar Zulkifli dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Sabtu (5/8).
Hari ini Zulkifli menjadi pembicara kunci dalam seminar nasional Mosi Integral M Natsir, Upaya Pemersatu Bangsa di Gedung Merdeka, Bandung, Jawa Barat. Seminar ini adalah kerja sama Badan Pengkajian MPR dengan Fraksi PAN MPR RI dan Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI). Dia menjelaskan Konferensi Meja Bundar (KMB) menyepakati terbentuknya Republik Indonesia Serikat (RIS). Kesepakatan KMB ini membuat Indonesia terpecah menjadi 16 negara bagian di antaranya negara Pasundan, Madura, dan lainnya.
Yang menjadi persoalan serius, kata Zulkifli, adalah terjadinya konflik horizontal di kalangan masyarakat. "Penjajah Belanda menjadikan Indonesia tidak bersatu dan menjadi negara besar," ujarnya,
Di tengah kondisi tidak menentu itu, Muhammad Natsir tampil sebagai politisi Islam yang juga Ketua Partai Masjumi. "M Natsir menjawab kegelisahan banyak pihak, termasuk elit politik pada waktu itu dengan konsep mosi integralnya," kata dia.
Mosi integral adalah jawaban dari kegelisahan publik terhadap konsep RIS yang dipaksakan. "Di sini M Natsir tampil menjadi seorang tokoh pemersatu bangsa, menyelamatkan Indonesia dari kehancuran dan perpecahan," ujar Zulkifli.
Menurut dia, perjuangan Natsir adalah bukti bahwa umat Islam sudah khatam soal toleransi dan komitmen pada NKRI. "Tidak heran jika para akademisi menyebutkan seperti sayur tanpa garam bila kita berbicara tentang NKRI tanpa menyebut dan mengenang jasa M Natsir," kata dia.