REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO -- Focus Group Discussion (FGD) kerja sama Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) dan Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP), di Purwokerto, Jawa Tengah, Selasa (7/11) membahas satu wacana hangat yakni Pembentukan Undang-Undang MPR Tersendiri.
Ide Undang-Undang MPR tersendiri menguat dalam FGD tersebut dikarenakan keberadaan dan kiprah lembaga negara seperti MPR dituntut harus menunjukan akuntabilitas kerja yang baik dan maksimal kepada masyarakat. Dalam menjalankan tugasnya secara maksimal, MPR sebagai lembaga kedaulatan rakyat perlu didukung dengan undang-undang tersendiri.
Beberapa akademisi peserta FGD menyampaikan alasannya mengapa penguatan lembaga MPR dengan UU tersendiri sangat dibutuhkan. Antara lain, akademisi UMP Dr Anjar Nugroho beralasan bahwa, pertama sistem check and balances antarlembaga negara belum berfungsi sebagaimana mestinya, kedua kekuasaan eksekutif yang demikian besar tidak ada lembaga negara yang mengontrol, ketiga harus ada arah kebijakan pembangunan secara mendasar dan ideologis yang harus dilaksanakan eksekutif.
"Untuk itu, MPR sebagai lembaga yang memiliki tugas istimewa, perannya mesti dikuatkan sebagai elemen pengimbang kekuasaan eksekutif dengan UU tersendiri," ujar Anjar.
Akademisi Universitas Soedirman Purwokerto Dr. Abdul Aziz Nasihuddin beralasan bahwa penguatan MPR dengan UU tersendiri patut muncul sebab MPR masih dapat dikatakan sebagai lembaga negara istimewa karena memiliki kewenangan mengubah Undang-Undang Dasar (UUD).
Gagasan-gagasan tersebut diamini oleh Sekretaris Jenderal MPR RI Ma’ruf Cahyono yang menegaskan bahwa tugas MPR dalam UUD NRI Tahun 1945 sangatlah besar dan luar biasa dan MPR sebagai lembaga negara harus produktif. Untuk itu, agar kinerja MPR maksimal, diperlukan UU MPR tersendiri.