REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid (HNW) menegaskan peristiwa Mosi Integral Mohammad Natsir pada 3 April 1950 merupakan peristiwa yang sangat luar biasa penting. Peristiwa mosi integral itu telah menyelamatkan Indonesia dari dicabik-cabik penjajah Belanda.
"Mosi integral Mohammad Natsir pada 3 April 1950 ini agar menjadi elan vital dan menyemangati kita semua untuk menyelamatkan Indonesia agar tidak bubar tetapi semakin jaya. (Peristiwa) ini menunjukkan semangat besar dari para pendiri bangsa yang negarawan dan membela kepentingan bangsa dan negara, sehingga Indonesia selamat dari dicabik-cabik Belanda dan tetap menjadi NKRI," kata Hidayat.
Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid menjadi pembicara kunci dalam diskusi publik yang diselenggarakan Fraksi PKS DPR RI dalam rangka memperingati Mosi Integral Mohammad Natsir 3 April 1950 di Ruang Pleno Fraksi PKS DPR RI, Selasa (3/4).
Hidayat menjadi pembicara kunci dalam diskusi publik yang diselenggarakan Fraksi PKS DPR RI dalam rangka memperingati Mosi Integral Mohammad Natsir 3 April 1950 di Ruang Pleno Fraksi PKS DPR RI, Selasa (3/4). Diskusi publik bertema Memperkokoh NKRI, Mengembalikan Kedaulatan Bangsa untuk mengenang jasa M. Natsir dengan Mosi Integral-nya itu menghadirkan narasumber Mayjen Kustanto Widiatmoko (Aster Panglima TNI), Komjen Polisi Moechgiyarto, (Kabaharkam Polri), dan Fitra Arsil, (Pakar Hukum Tata Negara UI).
Menurut Hidayat, peristiwa Mosi Integral 3 April 1950 ini sangat penting dan bersejarah itu selayaknya diperingati secara besar-besaran baik DPR maupun pemerintah (negara). Semestinya DPR menyelenggarakan sidang paripurna memperingati peristiwa Mosi Integral M. Natsir 3 April 1950.
"Menurut saya, negara juga seharusnya menyelenggarakan peringatan ini," ujarnya.
Peristiwa 3 April 1950 adalah pidato Ketua Fraksi Partai Masyumi Mohammad Natsir di depan sidang paripurna DPR Republik Indonesia Serikat (RIS) yang disebut sebagai Mosi Integral. Pidato ini menentang dipecahnya Indonesia dalam beberapa negara Indonesia Serikat (RIS), menolak konvensi Meja Bundar, dan menuntut kembali pada negara integral, yaitu NKRI.
Sebelumnya, pada 27 Desember 1949, melalui KMB telah disahkan Republik Indonesia Serikat (RIS). Dengan RIS ini tidak ada Indonesia dan NKRI. Indonesia dipecah menjadi 16 RIS. Republik Indonesia hanya satu dari 16 RIS itu. Bahkan Irian Barat tidak masuk dalam RIS. Lalu dibentuk negara uni antara Indonesia dan Belanda dengan pempimpin tertinggi Ratu Belanda. Selain itu Indonesia diharuskan membayar utang-utang Belanda lebih dari 43 miliar gulden.
Fraksi-fraksi di DPR RI menyetujui secara aklamasi pidato Mosi Integral Mohammad Natsir. Kemudian pemerintah melalui Bung Hatta juga setuju. Pada 17 Agustus 1950 diproklamirkan kembali NKRI. "Jadi kalau tidak ada intervensi dari Mohammad Natsir di DPR RIS, mungkin Indonesia masih dalam bentuk RIS dan bukan NKRI," kata Hidayat.
Dia menambahkan, sejak awal tokoh Islam amat sangat mencintai Indonesia sehingga tak heran tokoh seperti M. Natsir memiliki gagasan untuk menghindari Indonesia dari perpecahan. Mosi Integral adalah momentum berdirinya kembali NKRI sesuai UUD NRI Tahun 1945. Mosi ini dilaksanakan ditandai dengan dibubarkannya RIS pada 17 Agustus 1950.
"Mengacu pada catatan sejarah tersebut bisa dikatakan tidak mungkin umat Islam dianggap tidak cinta NKRI," ujarnya.