REPUBLIKA.CO.ID, SAMARINDA -- Indonesia telah menyelenggarakan pemilihan kepala daerah dan pemilihan presiden secara langsung. Wakil Ketua Majelis Permusyaratan Rakyat (MPR) Mahyudin berpendapat pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) perlu mengevaluasi pelaksanaan pemilihan secara langsung ini.
"Evaluasi pemilihan secara langsung bukan berarti mengembalikan ke pemilihan kepala daerah dan presiden seperti pada masa lalu melainkan evaluasi soal efektivitas, efisiensi, dan dampak negatif," katanya di Samarinda, Selasa (4/12), usai Sosialisasi Empat Pilar MPR kepada Himpunan Wanita Karya Samarinda, seperti dalam siaran persnya.
Mahyudin menjelaskan pemilihan kepala daerah diatur dalam UU. Sedangkan pemilihan presiden diatur dalam UUD. Dalam UUD disebutkan pemilihan kepala daerah dilakukan secara demokratis.
"Ini memungkinan bagi kita untuk mengevaluasi UU dan melakukan perubahan UU," sebutnya.
Evaluasi pemilihan kepala daerah secara langsung itu, kata Mahyudin, meliputi bagaimana efektivitas dari pemilihan secara langsung, bagaimana efisiensi anggaran, dan konflik-konflik horisontal sebagai ekses pemilihan secara langsung.
"Mungkin kita bisa melakukan pemilihan gubernur secara langsung, tapi bupati atau wali kota cukup dipilih oleh DPRD dalam rangka efisiensi anggaran dan mengurangi efek negatif," jelasnya.
Begitu juga dengan pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung. "Tidak ada salahnya dievaluasi juga. Apakah pemilihan presiden secara langsung ini sudah tepat," ujar Mahyudin.
Dia melihat ada bibit dan potensi perpecahan secara horisontal di masyarakat. "Kalau Pilpres kita evaluasi bukan berarti harus kembali seperti dulu. Apakah sistem pemilihan ini sudah tepat atau perlu perbaikan. Apakah kita perlu mencontoh negara Amerika Serikat dengan sistem pemilihan negara bagian yang juga belum tentu pas dengan kita," paparnya.
Mahyudin menyebutkan masyarakat masih belum sepenuhnya siap dengan pemilihan secara langsung. Fakta di masyarakat menunjukkan maraknya politik uang yang membuat pemilu berbiaya mahal dan ujungnya banyak kepala daerah tersangkut kasus korupsi. "Ini bagian yang harua kita pikirkan dan evaluasi," tuturnya.
Mahyudin menginginkan Indonesia memiliki demokrasi ala Indonesia. "Kita sesuaikan dengan kondisi masyarakat Indonesia. Evaluasi adalah hal yang wajar untuk kita kaji kembali sistem pemilihan langsung. Tapi tidak berarti kembali seperti yang dulu," tutupnya.