REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pimpinan Fraksi PDI Perjuangan MPR RI Ahmad Basarah memberikan catatan keitannya soal kenegaraan di tahun 2018. Menurut dia, dalam bidang ideologi negara, kinerja pemerintah melalui perangkatnya untuk terus membumikan Pancasila secara terstruktur dan sistematis terlihat semakin terukur dengan telah dibentuknya Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
"Dengan demikian saat ini kita telah memiliki dua lembaga negara yang bertanggung jawab melaksanakan sosialisasi dan pembinaan ideologi Pancasila, yaitu Badan Sosialisasi 4 Pilar MPR RI dan BPIP," ujar dia.
Perkembangan menggembirakan lainnya adalah akan dimasukannya kembali mata pelajaran Pancasila sebagai mata pelajaran wajib dalam kurikulum pendidikan tingkat dasar hingga menengah atas, setelah dihapuskan melalui UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Nomor 20 tahun 2003.
"Kemajuan pembangunan nasional di bidang ideologi ini harus kita dukung agar ke depan bangsa Indonesia benar-benar dapat memiliki kedaulatan dan daya tahan ideologi nasional yang kokoh dari ancaman ideologi transnasional seperti ideologi ekstrimisme agama," ucap dia.
Kedua, terkait kinerja lembaga-lembaga negara. Selama 2018 masing-masing pelaku dalam cabang kekuasaan negara dinilai telah berfungsi sebagaimana perintah konstitusi. Presiden dinilai telah bekerja sebagaimana perintah konstitusi yaitu memajukan kesejahteraan umum melalui berbagai program pembangunan di berbagai penjuru negeri.
Sementara lembaga legislatif telah menjadi partner/mitra kerja yang kritis dan konstruktif bagi Presiden dalam memenuhi janji politiknya kepada rakyat Indonesia. Adapun pelaku kekuasaan kehakiman yaitu badan peradilan terus berusaha menegakkan hukum dan keadilan termasuk penegakan hukum terhadap segala penyelewenangan keuangan negara yang dilakukan oleh para penyelenggara negara dan mantan penyelenggara negara serta pihak-pihak lainnya.
Ketiga, dalam bidang Pertahanan dan Keamanan. Sinergisitas baik antara TNI-Polri dan lembaga terkait telah membuat stabilitas keamanan nasional begitu terjaga sepanjang 2018. Sepanjang tahun 2018 setidaknya ada 2 (dua) isu besar yang menyangkut keamanan nasional, yaitu kasus Terorisme dan Separatisme.
Khusus terorisme, pasca terjadinya serangan teroris di beberapa daerah maka Presiden dan DPR telah berhasil mencapai kesepakatan untuk memperkuat perangkat hukum yang ada lewat revisi UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, utamanya memperkuat aspek pencegahan oleh aparat keamanan dan penegak hukum sehingga dapat efektif menanggulangi ancaman terorisme dan separatisme.
Keempat, dalam bidang Politik Dalam Negeri. Menurut dia, penyelenggaraan Pilkada serentak tahun 2018 telah berlangsung aman dan damai serta telah menghasilkan sejumlah kepala dan wakil kepala daerah yang dipilih secara demokratis. Hal ini menunjukkan makin matangnya masyarakat dalam berdemokrasi.
"Namun demikian di beberapa tempat, potret politik Indonesia masih belum menunjukkan wajah perkembangan demokrasi yang substansial karena agenda konstestasi Pilkada dan kampanye pemilu masih dijejali dengan narasi-narasi negatif, khususnya isu politik identitas yang menggunakan Perbedaan Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan (SARA) sebagai alat untuk merebut kemenangan dalam pilkada," ucapnya.
Kelima, untuk bidang hubungan luar negeri. Berbagai kemajuan diplomasi hubungan luar negeri Indonesia di tahun 2018 ini banyak hal yang menggembirakan. Sebut saja konsistensi memperjuangan kemerdekaan Palestina dengan cara menolak pengakuan Yerusalem sebagai ibukota negara Israel, aktif menyelesaikan konflik Rohingnya di Myanmar hingga penyelenggaraan Annual Meeting IMF – World Bank 2018 yang mengundang investor dari berbagai negara dan Indonesia mendapat investasi sebesar Rp 202 triliun.
Diplomasi Pemerintah juga semakin meningkat pada berbagai forum-forum internasional. Terbukti pada tahun ini, Indonesia berhasil menjadi Anggota Tidak Tetap Dewan Keamanan PBB untuk periode 2019 – 2020. Di ujung tahun 2018 ini juga ditandai dengan keberhasilan Pemerintah Indonesia merevisi Kontrak Karya PT. Freeport dengan mengambil alih 51% saham perusahaan Amerika Serikat itu setelah sejak tahun 1967 kekayaan tambang emas, tembaga dan sumber energi serta mineral lainnya di tanah Papua itu dikuasai asing.