REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengimba semua elemen masyarakat tidak terburu-buru berpersepsi negatif atas inisiatif merumuskan Garis-garis Besar Halauan Negara (GBHN). Dirinya berpandangan GBHN merefleksikan kearifan negara melihat dan membaca kebutuhan sekarang dan tantangan di masa depan yang akan dihadapi generasi muda.
"Esensi GBHN adalah menetapkan dan menyepakati kehendak atau cita-cita yang ingin diwujudkan bangsa ini dalam beberapa puluh tahun mendatang. Maka, muatan GBHN harus bersumber dari pemikiran, perhitungan, perkiraan dan penetapan target-target oleh semua elemen bangsa melalui dewan perwakilan dan majelis permusyawaratan (MPR/DPR/DPD)," kata Bamsoet dalam keterangan tertulis Republika.co.id, Senin (4/11).
Menurutnya hal itu menegaskan bahwa GBHN itu bukan gagasan atau kehendak personal, dan kelompok. Selain itu ia juga mengimbau agar rencana amandemen untuk menghadirkan kembali GBHN tidak dipersepsikan sebagai upaya memperbesar otot MPR untuk sekadar menjadi lembaga tertinggi kembali.
"Urgensi bangsa ini punya GBHN tidak sesederhana itu," ujarnya.
Bamsoet menuturkan hampir semua bangsa memiliki dokumen serupa GBHN, karena setiap bangsa punya cita-cita dan target. Ia mencontohkan China yang berhasil melakukan lompatan besar berkat semangat Gaige Kaifang (reformasi dan keterbukaan) yang digagas pemimpin China almarhum Deng Xiao Ping. Menurutnya Gaige Kaifang bisa disebut serupa GBHN.
"Berpijak pada Gaige Kaifang itulah China melakukan modernisasi empat pilar, meliputi pembangunan sektor pertanian, sektor industri, pengembangan teknologi dan pembangunan sektor pertahanan. Hasilnya, dari negeri komunis dengan tingkat kemiskinan akut hingga dasawarsa 90-an, China kini telah berubah menjadi kekuatan yang menentukan geopolitik dan arah perekonomian global," kata dia.
Ia mengungkapkan Draft GBHN yang akan dibahas MPR pun lebih fokus pada cita-cita dan arah masa depan bangsa. Cakupannya meliputi semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.
"Karena itu GBHN haruslah holistik. Menjadi tidak relevan jika orang berbicara GBHN tetapi pijakan berpikirnya politik praktis," kata politikus Partai Golkar tersebut.