REPUBLIKA.CO.ID, Ramadhan di Mesir tak terlepas dari pesta budaya lentera. Kehangatan dan terang benderangnya lampu hiasan ini hampir selalu menyelimuti sudut-sudut kota pada saat Ramadhan tiba.
Tahun ini, keindahan lampu-lampu itu seakan pudar di tengah konflik yang berlangsung di negara tersebut. Tidak ada lagi nuansa kesemarakan seperti dulu pada saat semua membaur dalam suasana kebersamaan dan anak-anak turun ke jalan.
"Oh, Tuhan! Apa yang terjadi dengan kami? Tolong bantulah kami," ujar Ali Muhammad, seorang mekanik berusia 52 tahun. Ali Muhammad sendiri tidak terlalu mood dengan perayaan festival kali ini.
Selama 10 tahun lebih Muhammad tak pernah ketinggalan terlibat dalam festival lentera. Bahkan, beberapa hari lalu, Muhammad merangkai lentera-lentera cantik yang terbuat dari tembaga di permukiman Abdeen untuk menyambut Ramadhan.
Namun, puluhan orang yang tewas akibat konflik antara pendukung Presiden Muhammad Mursi dan oposisi serta militer tak lama setelah itu membuatnya kehilangan selera.
"Saya tidak pernah menyangka, saya akan hidup untuk melihat pada saat-saat Muslim Mesir membunuh satu sama lain," katanya dengan penuh rasa kekesalan.
"Saya melihat di alun-alun Tahrir mereka berdoa dan saya melihat orang-orang juga berdoa di Masjid Rabaa Adawiya. Beberapa jam kemudian, saya melihat kedua belah pihak membunuh satu sama lain. Mengapa? Mereka semua Muslim yang menyembah kepada Tuhan yang sama."
Egypt Independent melaporkan, gejolak politik dan kerusuhan memicu kelesuan orang-orang Mesir, termasuk menghadapi Ramadhan. Di pasar, pengusaha mati suri. Mohamed Abdel Fatah, seorang pembuat lentera, menanyakan, "Ke mana para pembeli lentera? Ke mana anak-anak?"
Tahun lalu, kata dia, dua hari sebelum Ramadhan, dia sudah kerepotan memenuhi permintaan. Kali ini, tidak sama sekali. Dagangannya tersisa cukup banyak.
Masyarakat di ibu kota Mesir, Kairo, menyebut festival lentera ini Fanous. Lentera warna-warni terbuat dari kerangka tembaga dengan berbagai bentuk. Bisa juga terbuat dari kertas yang dilapisi kain-kain.
Biasanya, berhiaskan motif-motif kaligrafi atau karakter-karakter Islam. Kerajinan buatan tangan ini adalah produk setahun sekali. Paling laris memang ketika malam pertama Ramadhan. Harga produk buatan tangan ini memang begitu mahal. Untuk yang tembaga, antara 35 dan 285 pound Mesir (LE). Satu pound Mesir setara dengan Rp 1.500.
Lentera dari tembaga tentu lebih mahal ketimbang yang terbuat dari kertas atau kain. Lentera berbagai bentuk itu biasanya mempunyai rangka tembaga dengan batas labirin terbuat dari kaca-kaca kecil warna-warni. Ada juga yang terselipkan motif-motif kaligrafi kuno di setiap kepingan kaca-kacanya.
Pasar lentera perlahan juga mengalami pergeseran. Ada pembeli yang lebih memilih motif lentera asing. Seorang pedagang lentera, Manai Mohamed, mengatakan, lentera berkarakter asing itu tidak memiliki semangat Ramadhan.