Keaslian Alquran Terpelihara

Red: Damanhuri Zuhri

Selasa 16 Jul 2013 16:01 WIB

 Santri membuka lembaran Alquran terbesar di Masjid Thoha Pondok Pesantren Al-Ashriyah Nurul Iman, Parung, Bogor, Jawa Barat, Selasa (16/7).   (Republika/ Yasin Habibi) Santri membuka lembaran Alquran terbesar di Masjid Thoha Pondok Pesantren Al-Ashriyah Nurul Iman, Parung, Bogor, Jawa Barat, Selasa (16/7). (Republika/ Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh : Erik Purnama putra

Ramadhan mendorong umat Islam mempelajari kitab sucinya

JAKARTA -- Keaslian Alquran yang ada di tengah masyarakat terjamin. Menurut Ahmad Fathoni, pengajar pada Perguruan Tinggi Ilmu Alquran, sempat ada yang meragukan keaslian Alquran.

Namun, tudingan itu tak berdasar karena tak disertai bukti. Jadi, isi Alquran yang kini ada sama dengan apa yang diajarkan Rasulullah.

"Alquran yang ada sekarang ini otentik sesuai dengan yang ditulis oleh Zaid bin Tsabit selaku pencatat wahyu," kata Ahmad dalam seminar mengenai keaslian Alquran pada Republika Ramadhan Fair (RRF), di Masjid At-Tin, Jakarta Timur, (15/7).

Alquran pertama kali dibukukan secara utuh pada era Khalifah Usman bin Affan. Rujukannya tentu dari sebagian ayat yang ditulis Zaid bin Tsabit.

Meski mushaf asli yang dicetak pertama kali itu tidak ditemukan keberadaannya, tak ada keraguan yang muncul. Ia beralasan, sejak awal metode penulisan sudah menggunakan rumusan baku.

Rumusan ini dirancang oleh banyak ulama yang hafal seluruh bacaan Alquran. Karena sudah terbentuk sistem baku, dampaknya hingga kini tulisan ayat demi ayat tidak mengalami perubahan.

"Tulisan sudah diteliti dan dicermati dengan berbagai ilmu, seperti tafsir, fikih, tajwid, hingga kaidah penulisan ke dalam mushaf menjadi sempurna," ujar Ahmad.

Karena itu, ketika ada yang menyanggah bagaimana menjamin keaslian Alquran yang sekarang dibaca masyarakat, ia memastikan terpeliharanya kitab suci umat Islam.

Ahmad menyarankan, setiap Muslim selalu mengkaji ayat demi ayat. Kalau selama ini hanya mendapat penuturan semata, ia meminta mereka melakukan analisis agar pemahaman terhadap Alquran bisa lebih matang.

Pasalnya, kedetailan dalam memahami Alquran bisa berdampak pada pengetahuan tentang tafsir dan dimensi terjemahan.

"Orang Islam tidak boleh sekadar membaca, tapi juga memahami secara sebenar-benarnya," katanya.

Ahmad menjelaskan, Alquran ditulis dalam metode yang sudah baku dirumuskan oleh ulama sejak era kekhalifahan. Karena itu, kalau ditemukan adanya perbedaan satu huruf, jangan langsung menuding Alquran yang ada itu tidak sesuai.

Ini lantaran ulama dulu dalam menuliskan Alquran pertama kalinya ke dalam mushaf itu dengan mempertimbangkan akomodasi lafaz penghafal dari daerah berbeda yang memiliki pengucapan berbeda.

"Ini ada ilmunya untuk mengkaji Alquran." Dan, Ramadhan ini menjadi kesempatan berharga bagi umat Islam membaca dan memahami kitab sucinya.

Ini berdampak pula pada melonjaknya permintaan Alquran. Hal ini diakui oleh salah satu penerbit Alquran, Cipta Bagus Segara. Penanggung jawab stan Cipta Bagus Sagara di RRF mengatakan, Ramadhan selalui diikuti dengan penjualan terjemahan Alquran yang meningkat.

Pada awal dan pertengahan Ramadhan, biasanya banyak orang membeli Alquran. Alasannya, karena biasanya pada bulan suci ini kaum Muslim tergerak untuk mempelajari ayat suci lebih giat, juga lantaran penerbit mengikuti bazar hanya pada Ramadhan hingga mendorong penjualan mushaf.

"Tahun ini, penjualan penerbit lumayan, artinya ada peningkatan sedikit dibanding tahun lalu, meski target belum tercapai," kata Ghozali.

Terpopuler