REPUBLIKA.CO.ID,Bermata sendu dengan rambut ikal melewati setengah bagian wajah. Itulah sosok manis yang menghiasi sampul majalah Rolling Stone edisi Jumat (19/7) ini. Paras tampan, kulit putih, dengan janggut tipis pada dagu benar-benar tampak bagaikan bintang musik rock. Dengan modal wajah seperti itu, tak sulit baginya untuk membuat gadis-gadis di seantero dunia menggilainya.
Eitt, tapi tunggu dulu. Sosok pria tampan yang ditampilkan majalah musik ini bukanlah bintang rock. Dia juga bukan orang sembarangan. Pria berusia 19 tahun itu adalah Dzhokar Tsarnaev, salah satu tersangka bom Boston. Gara-gara menampilkan Dzhokar, majalah ini pun terkena semprot dari seantero Amerika Serikat (AS).
Rakyat AS rupanya tak bisa menerima ketika pelaku bom yang menewaskan tiga orang dan melukai 260 orang lainnya ini dipajang seperti halnya vokalis The Doors, Jim Morrison. Seperti dilaporkan USA Today, Rolling Stone mendapat kecaman, kritik, bahkan boikot dari distributor. Pembaca, umumnya dari Boston, mengecam keras karena Rolling Stone menempatkan pria muda asal Chechnya yang belum lama ini mengaku tak bersalah di pengadilan tersebut bagaikan musisi rock ternama.
Meski merupakan majalah musik, Rolling Stone selama ini kerap menampilkan sampul yang berhubungan dengan isu publik, apakah itu isu politik atau budaya. Jika sampul-sampul sebelumnya mendapat sambutan positif, tidak untuk kali ini. Wajah tampan Dzhokar di sampul majalah ini dicemooh sebagai eksploitatif, tak berseni, bahkan menjijikkan.
Setidaknya, lima distributor dengan jaringan kuat di New England mengumumkan tak akan menjual majalah ini. Sementara, Wali Kota Boston Thomas Menino menulis kepada penerbit Rolling Stone, Jann Wenner, bahwa majalah ini seakan-akan memberikan label selebritas kepada Dzhokar.
Sebagian kaum muda bisa salah paham dengan pesan yang terpancar dari sampul majalah ini. Selain itu, tampilan Dzhokar yang tampan pada sampul tersebut seakan-akan mendorong ketenaran dari perilaku buruk sang bomber.
Pada laman Facebook Rolling Stone, ada sekitar sembilan ribu pesan bernada negatif terkait sampul ini. ''Saya rasa salah membuat orang-orang ini menjadi seleb, kenapa harus dia yang menjadi sampul Rolling Stone,'' komentar Shawn Anthony, seperti dilansir dari the Guardian, yang mendapat 1.202 acungan jempol.
Orang lain kemudian menyatakan, sepatutnya Rolling Stone mengangkat korban ledakan sebagai sampul. ''Jeff Bauman, yang kehilangan kedua kakinya, seharusnya yang menjadi kover,'' ucap J Harper Philbin, yang disukai 1.428 kali.
Bahkan, ada yang mengatakan tak akan membeli Rolling Stone dan menyatakan, ''Siapa berikutnya, George Zimmerman? Rolling Stone itu majalah musik, bukan Taliban Times.''
Sampul brilian
Menjawab fenomena ini, seorang dosen jurnalisme di Boston Northeastern University, Dan Kennedy, mengatakan, ia sebenarnya mengerti apa yang dirasakan orang-orang yang mengecam sampul Rolling Stone, terlebih para korban. ''Akan tetapi, jika boleh jujur, sebagai sampul majalah, pilihan ini benar-benar brilian,'' ujar Kennedy.
Sampul Rolling Stone ini, kata dia, benar-benar menghasilkan disonansi kognitif. Alih-alih menggambarkan keburukan, Rolling Stone coba menampilkan wajah malaikat bocah yang sedang melanjutkan kuliah di Universitas Dartmouth Massachusetts ini.
Ia pun mencoba membandingkan ketika New York Times menampilkan gambar yang sama. Ketika itu tidak menimbulkan kehebohan, apalagi penolakan dari distributor. Ia pun berpendapat, kemungkinan hal ini terjadi karena masyarakat tak terlalu mengerti jenis jurnalisme yang digunakan Rolling Stone.
''Saya berasumsi para editor tahu bakal menjadi kontroversial, tapi tak mengantisipasi menjadi lepas kendali seperti ini,'' ucap dia kepada the Guardian, Jumat (19/7). Artinya, masyarakat tak mengerti benar dengan Rolling Stone. Mereka menganggap Rolling Stone hanya menampilkan seniman, selebritas, atau penghibur lainnya. Padahal, majalah ini punya sejarah panjang menampilkan sampul yang bernuansa politis.
Artikel Dzhokar sang bomber ditulis oleh Janet Reitman. Ia mewawancarai lebih dari 15 orang di sekitar Dzhokar, baik itu keluarga maupun teman-teman dia.
Menyusul cercaan dari banyak pihak, Rolling Stone akhirnya mengeluarkan pernyataan resmi. Dari lubuk hari terdalam, majalah ini mengaku selalu memikirkan para korban dan keluarga korban tragedi bom Boston. Ditampilkannya wajah sang tersangka sebagai sampul, menurut Rolling Stone, sesuai dengan tradisi jurnalisme dan komitmen majalah ini untuk mengangkat isu politik dan budaya di sekitar masyarakat. n ed: wachidah handasah