REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSEL -- Uni Eropa (UE) pada Jumat secara resmi mencantumkan sayap tentara pejuang Syiah Libanon Hizbullah sebagai teroris, yang membuka jalan untuk diberi sanksi. Jurnal resmi UE, catatan keputusan dan implementasinya, menambahkan sayap militer Hizbullah ke daftar 11 orang dan 25 kelompok dianggap terlibat dalam kegiatan teroris.
Daftar tersebut, menurut laporan AFP, Jumat (26/7), kemungkinan menyebabkan pembekuan aset tapi analis memperingatkan hal itu tidak mungkin membedakan militer Hizbullah dan sayap politiknya. Daftar lain termasuk Hamas, kelompok pejuang Palestina yang menguasai Gaza, kelompok pemberontak Kolombia FARC, Shining Path di Peru, Partai Komunis di Filipina dan pasukan sayapnya.
Menteri Luar Negeri UE, didorong keras oleh Inggris, menyetujui pertemuan pada Senin meskipun diragukan oleh beberapa negara anggota bahwa hal itu akan menambah tekanan pada Libanon yang sudah rapuh. Untuk fokus pertemuan, para menteri setuju mendaftarhitamkan Hizbullah tidak akan "mempengaruhi transfer keuangan yang sah ke Libanon dan pengiriman bantuan termasuk bantuan kemanusiaan", kata jurnal resmi.
Pemerintah Libanon pekan lalu telah meminta UE untuk tidak mencantumkan Hizbullah yang dikatakan memainkan peran kunci di dalam negeri. Hizbullah menjelaskan pihaknya sebagai gerakan perlawanan terhadap Israel yang menduduki Libanon selatan hingga 2000. Hal itu memainkan peran dominan dalam politik Libanon dan merupakan bagian dari pemerintah.
Pada 2006, Hizbullah dan Israel terlibat dalam perang selama 33 hari yang melibatkan 1.200 orang Libanon kebanyakan warga sipil, dan 160 warga Israel, sebagian besar tentara tewas. Kepala Hizbullah Hassan Nasrallah mengapatak pada Kamis bahwa keputusan itu diartikan bahwa UE akan berbagi tanggung jawab untuk setiap serangan Israel terhadap Libanon.