REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada Agustus 2013 diperkirakan melambat dari bulan sebelumnya. Hal itu terlihat dari penurunan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) sebesar 0,6 poin menjadi 107,8.
Berdasarkan survei konsumen yang dilakukan BI, penurunan IKK masih lebih rendah daripada penurunan pada Juli, atau satu bulan setelah kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Penurunan IKK terbesar terjadi di Semarang dan Banjarmasin. Sementara itu, penurunan IKK terdalam terjadi pada kelompok responden yang memiliki tingkat pengeluaran Rp 3-4 juta per bulan.
Tekanan terhadap IKK bersumber dari penurunan persepsi konsumen terhadap kondisi ekonomi bulan Agustus 2013 atau indeks kondisi perekonomian (IKE) dan indeks ekspektasi konsumen (IEK). Optimisme konsumen terhadap ketersediaan lapangan kerja melemah. Faktor utama penurunan optimisme adalah perlambatan pertumbuhan ekonomi domestik yang diperkirakan masih terus berlanjut hingga akhir 2013.
Ekonom dari Standard Chartered, Fauzi Ichsan, mengatakan pertumbuhan ekonomi harus ditekan untuk mengurangi impor yang menyebabkan defisit transaksi berjalan semakin melebar. "Tahun ini defisitnya diperkirakan mencapai 26 miliar dolar AS. Ini alasan utama rupiah melemah," ujar Fauzi, Selasa (10/9).
Pelebaran defisit transaksi berjalan tersebut menyebabkan rupiah melemah. Rupiah dalam kurs tengah BI ditransaksikan pada level Rp 11.180 per dolar AS pada Selasa (10/9), melemah 8 poin dari hari sebelumnya.
Manufaktur di Indonesia masih bergantung pada bahan baku yang diimpor. Oleh karena itu, untuk mengatasi defisit transaksi berjalan pertumbuhan harus di rem. Ia memprediksikan pertumbuhan ekonomi yang tidak akan meningkatkan defisit transaksi berjalan akan di bawah 6 persen.
Ekonom Standard Chartered lainnya, Eric Sugandi, menambahkan perlambatan pertumbuhan ekonomi akan berdampak pada investasi. Perlambatan investasi pada akhirnya akan berdampak pada konsumsi rumah tangga. "Tapi konsumsi rumah tangga bisa terjaga kalau inflasinya bisa terjaga," ujar dia. Standard Chartered memprediksikan inflasi akan mencapai 9,5 persen pada akhir tahun.