REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK--Arab Saudi secara tegas menolak permintaan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) untuk duduk bersama, Jumat (18/10) membahas konflik Suriah. Saudi menuding PBB menerapkan standar ganda atas konflik Suriah dan titik-titik konflik lain di tengah perundingan diplomatik tanpa hasil.
Perang sipil yang telah menewaskan lebih dari 100 ribu orang di Suriah dan mengakibatkan jutaan warga mengungsi, dinilai tak lepas dari campur tangan Saudi menyokong kelompok oposisi bersenjata dengan senjata dan dana.
Kemarahan Saudi memuncak setelah muncul indikasi penggunaan gas beracun di Damaskus oleh kubu Presiden Suriah, Bashar al-Assad. ''Setiap hari orang tewas. Kaum Muslim sangat marah karena tak ada aksi apapun dari DK PBB untuk segera menyelesaikan persoalan ini,'' kata Ketua Dewan Hubungan Luar Negeri Parlemen Bayangan Kerajaan Dewan Shoura, Abdullah al-Askar.
Al Jazeera melansir sikap DK PBB sendiri terpecah dalam menanggapi perang sipil Suriah. Kubu Barat menginginkan sanksi tegas, sementa Rusia bersikukuh memveto keputusan itu.
Saudi menilai Amerika Serikat menunjukkan kelemahan saat akhirnya mempertimbangkan untuk tidak melakukan serangan militer. Saudi juga menyoroti sinyal rekonsiliasi antara Washington dengan Teheran.
Riyadh nampaknya khawatir dengan kemungkinan 'tawaran besar' atas program nuklir yang dikembangkan Iran. Saudi menyebutnya tidak menguntungkan bagi hubungan negara-negara di teluk.
Saudi semakin kritis atas sikap AS terhadap gejolak revolusi di penjuru Arab mulai dari Suriah hingga Mesir. Pada kasus Mesir, Washington menghentikan bantuan militer setelah pemerintahan yang dimenangkan Ikkhwanul Muslimin terbentuk dimana Riyadh memandang hal ini sebagai ancaman.
Seiring dengan kemarahannya atas perkembangan sikap AS terhadap Suriah, Saudi juga memerhatikan perkembangan senjata penghancur masa yang diproduksi negara-negara Teluk seperti Iran. Proyek ini bagi Saudi sama-sama ditakutkan oleh negara-negara Barat serta Teluk sebagai program senjata atom dan selama ini dicurigai ditutup-tutupi sebagai nuklir bagi warga sipil.
Kekhawatiran yang sama juga terbentuk atas program bom nuklir yang diam-diam dilakukan Israel. Saudi menunjukkan kekecewaannya kepada Presiden AS Barack Obama yang gagal menekan Israel untuk menghentikan pembangunan permukimannya di Tepi Barat dan menyetujui terbentuknya negara Palestina.
Anggota tidak tetap
Utusan Saudi memilih meninggalkan pertemuan di mana mereka baru saja terpilih untuk bergabung dengan DK, hasil pemilihan dalam Sidang Umum PBB, Kamis lalu. Saudi menjadi satu dari 10 anggota tak tetap yang akan mengalami rotasi tiap dua tahun sekali. Sementara lima dari 15 negara anggota DK PBB, Inggis, Amerika, Rusia, Perancis, dan Cina adalah anggota tetap yang diberi hal veto.
Petinggi PBB Ban Ki-moon mengatakan Arab Saudi tidak segera mengirimkan pesan penolakan kondisi itu yang pasalnya akan mulai berjalan 1 Januari mendatang. Para diplomat mengatakan masih memungkinkan untuk membujuk Pemerintah Saudi mengubah keputusannya.
''Mekanisme kerja dan standar ganda DK PBB menghalangi tugas mereka menjaga perdamaian dunia,'' tegas Menteri Luar Negeri Saudi. ''Oleh sebab itu, Saudi Arabia tak memiliki pilihan lain kecuali keluar dari keanggotaan Dewan Keamanan PBB hingga ada reformasi dan memiliki perangkat yang dapat membuat kewajibannya menjaga perdamian dunia terpenuhi,'' jelas Menteri Luar Negeri Arab Saudi.