REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat haji, Muhammad Subarkah mengatakan agar para jamaah umrah jangan selewengkan niatnya dari melakukan ibadah umrah menjadi ajang mencari kerja sebagai TKI ilegal di Arab Saudi.
''Mulai waktu umrah kali ini pengawasan akan sangat ketat. Sekarang pihak pemerintah Arab Saudi akan melakukan pemeriksaan secara acak melalui petugas yang disebar ke seluruh penjuru negeri,'' ungkap Muhammad Subarkan di Jakarta, Kamis (14/11).
Menurut dia, petugas dilengkapi alat pelacak melalui GPS hingga setiap saat bisa diketahui keberadaannya. ''Saya berharap, karena sudah mendekat pembukaan waktu umrah, para peziarah yang akan ke Tanah Suci memahami soal ini,'' kata dia mengingatkan.
Lebih lanjut Subarkah mengingatkan, mulai sekarang pemerintah Arab Saudi akan bertindak tegas bila menemukan seseorang yang tidak punya dokumen sah tapi berani tinggal di negara itu.
Subarkah menjelaskan mulai paruh pertama bulan Desember, Pemerintah Arab Saudi akan membuka waktu bagi umat Islam untuk melakukan umrah. Berbagai biro haji dan umrah di Indonesia pun sudah menyiapkan diri untuk memberangkatkan jamaahnya.
Menurut Subarkah, meski tarif umrah kini semakin mahal karena naiknya kurs dolar AS terhadap rupiah serta biaya hotel di Arab Saudi yang makin mahal karena tak ada lagi hotel murah, antusias masyarakat melaksanakan ibadah umrah cukup tinggi.
Dari data yang ada dalam setahun, dengan masa umrah yang waktunya hanya sekitar delapan bulan, paling tidak ada 400 ribu orang Indonesia yang akan ke sana.
''Dalam sehari akan banyak penerbangan umrah dari Jakarta ke Jeddah. Berbagai maskapi menerbangkan jamaah umrah dari pagi, siang, sore, sampai malam. Diperkirakan rata-rata sehari ada sekitar 2.500 orang berangkat dari Bandara Soekarno-Hatta menuju Jeddah. Ini belum termasuk mereka yang berangkat via Singapura atau Malaysia,'' katanya.
Menurut Subarkah, selama ini memang salah satu pintu masuk pekerja ilegal atau TKI asal Indonesia masuk ke Arab Saudi adalah melalui jalur umrah.
Mereka biasanya melakukan ibadah umrah terlebih dahulu sebelum memisahkan diri atau kabur dari rombongannya. Dan setelah meloloskan diri itu, mereka kemudian bergabung dengan rekan mereka yang selama ini sudah tinggal (mukimin) di Arab Saudi.
Ia menuturkan, mereka yang berani menampung pekerja ilegal atau menjadi 'bapak angkat'? (warga negara Saudi yang menjadi penjamin) yang berani melindungi pekerja ilegal itu akan terancam hukuman berat, yakni dua tahun penjara atau denda Rp 500 juta.