CANBERRA -- Terungkapnya aktivitas penyadapan telepon Presiden SBY dan pejabat Indonesia lainnya oleh badan intelijen Australia DSD (kini berubah menjadi Australian Signal Directorate) memicu reaksi luas di kalangan politikus Australia sendiri. Seorang mantan diplomat Australia bahkan memperkirakan Jakarta akan menarik duta besarnya dari Canberra dan mengusir dubes Australia dari Jakarta.
Dalam sidang di parlemen Senin (18/11) siang, anggota parlemen dari Partai Hijau Adam Bandt bertanya kepada Perdana Menteri Tony Abbott, "Apakah benar Australia menyadap telepon Presiden Indonesia, apakah masih berlangsung, dan apakah Anda mendukung hal itu".
PM Abbott menjawab secara diplomatis, dengan mengatakan, "Semua pemerintah melakukan pengumpulan informasi. Saya tidak akan berkomentar tentang masalah intelijen. Saya tidak ingin merusak hubungan dengan Indonesia".
Sementara itu, Senator John Faulkner yang merupakan Menteri Pertahanan ketika aktivitas penyadapan terjadi di tahun 2009, menolak berkomentar ketika dicecar wartawan di gedung parlemen Australia di Canberra. "Saya harus melihat laporannya terlebih dahulu. Saya tidak akan berkomentar atas laporan yang saya belum lihat," katanya.
Pemimpin Partai Hijau, Senator Christine Milne menyatakan, penyadapan ini akan mempermalukan Indonesia, yang kini tahu bahwa ketika Tony Abbott berbicara tentang persabahatan dengan Indonesia, ternyata Australia melakukan hal yang sebalilknya. "Masalahnya di sini, apa dasarnya menyadap telepon presiden Indonesia dan isterinya? Apakah menyangkut keamanan nasional? Apakah kita ingin mengatakan, presiden tetangga terdekat kita itu merupakan ancaman bagi Australia?" tegas Senator Milne.
Namun ia memperkirakan hubungan kedua negara cukup kuat dan akan mampu melewati masalah yang ditimbulkan oleh terungkapnya kasus ini.