Ahad 24 Nov 2013 14:06 WIB

DPR: Hentikan Aksi Asal Tunjuk Direksi BUMN

Rep: Friska Yolandha/ Red: Nidia Zuraya
Kantor Kementerian BUMN
Kantor Kementerian BUMN

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penunjukan direksi secara asal-asalan di perusahaan milik negara (BUMN) dinilai Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI sebagai tindakan yang sensasional. Anggota Komisi VI Arif Minardi mengatakan, penunjukan kurang substansial dalam mengatasi persoalan kinerja BUMN.

"Cara Dahlan Iskan (Menteri BUMN) yang cenderung main tunjuk direksi dan komisaris sangat disayangkan," kata Arif dalam diskusi 'Mewaspadai Penjualan Aset BUMN' di Jakarta, Ahad (24/11).

Penunjukan direksi oleh Dahlan terkesan berdasarkan perasaan saja tanpa ada proses dan mekanisme seleksi yang adil oleh lembaga atau tim yang kredibel. Hal ini menuai kritik dan protes dari berbagai pihak.

Sudah beberapa kali Dahlan menunjuk direksi secara langsung tanpa melalui prosedur yang sesuai. Hal itu terjadi pada penunjukan direksi PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA), PT Pelni, PT RNI, dan PT Perkebunan Nusantara III. Dahlan berdalih penunjukan ini disebabkan karena masa kerjanya yang pendek sehingga tidak memiliki waktu yang cukup untuk mengevaluasi kinerja pengelola BUMN.

Arif menilai penunjukan tanpa melalui mekanisme rapat umum pemegang saham (RUPS) dan tim penilai akhir (TPA) ini cukup riskan dan akan merusak budaya korporasi di BUMN. "Padahal sudah ada lembaga independen dan instrumen yang bisa bekerja cepat untuk memilih direksi dan komisaris BUMN," kata dia.

Anggota DPR dari Fraksi PKS ini menambahkan, kondisi BUMN saat ini cenderung diwarnai perilaku direksi yang tidak transparan. Padahal yang lebih dibutuhkan saat ini adalah pengelola BUMN yang tidak banyak bicara, tidak mengeluh dan berani mendobrak birokrasi. "Konsep dan kebijakan tentang postur jabatan pengelola BUMN masih dangkal," ujar Arif.

Dengan aset yang dimiliki saat ini, perusahaan BUMN seharusnya bisa memberikan kontribusi lebih banyak kepada negara. Sayangnya, sepanjang 2012 kontribusi dividen hanya Rp 29,2 triliun dan pajak Rp 100,7 triliun. Padahal asetnya mencapai Rp 3.534 triliun dengan laba sebesar Rp 140 triliun.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement