REPUBLIKA.CO.ID, Maryam Eustathiou selalu merasa agama memiliki posisi penting dalam hidupnya. Itu karena, sejak kecil ia diperkenalkan ajaran Katolik oleh keluarganya. "Yang saya ingat betul, saya sering menghadiri sekolah minggu, meski tidak bisa mencerna apa yang dikatakan pastor," kenang dia seperti dilansir onislam.net, Rabu (27/11).
Ingatan lain yang ada dipikirannya, setiap kali memasuki gereja, ia mendapati banyak patung dan salib yang begitu besar. Di depan salib, setiap orang berlutut. Di luar itu, ia mengingat setiap pastor mengenakan pakaian mewah berbahan sutra. Ini merupakan wujud dari esensi kesalehan dan kerendahan hati terhadap Tuhan.
Entah mengapa, Maryam merasa ada yang tidak beres. Apalagi ketika ia bertanya tentang status Yesus. "Ini yang tidak bisa saya terima. Ini pula yang membuat saya tak lagi menjadi penganut Kristen," kata dia.
Memasuki jenjang perkuliahan, Maryam mendapatkan kesempatan untuk terhindar dari tradisi Katolik yang ketat dikeluarganya. Ia merasa menemukan kedamaian dan kebebasan mencari apa yang ia inginkan di kampus. Kesempatan ini memang tidak disia-siakannya. Ini terbukti, ia mulai berinteraksi dengan agama lain.
"Allah SWT telah merencanakan ini untukku," kata dia.
Interaksi Maryam dengan Muslim bermula dari perkenalannya dengan mahasiswa asal Arab Saudi Mesir, Bahran, Pakistan, dan Turki. Mereka dinilai Maryam begitu berbeda dengan kebanyakan mahasiswa asal Inggris, Italia dan negara lain.
Suatu hari, ia pernah melihat mahasiswa Muslim tengah membuka buku, dengan serius ia membacanya. Ini yang membuat Maryam begitu penasaran. "Sebenarnya apa yang mereka baca," kata dia.
Maryam terkejut ketika buku itu bertuliskan bahasa Arab. Bahasa yang begitu asing baginya. Lantaran tak mengerti, ia mencoba bertanya kepada temannya, guna menjelaskan tentang buku itu. "Ini bukan kebetulan," kata dia.
Setahun kemudian, tepatnya sebelum Ramadhan 2012 silam, Maryam bertanya-tanya apakah dirinya masih perlu untuk ke gereja. "Saya punya keyakinan sendiri soal Yesus. Saya tidak akan menyenangkan orang tua saya untuk soal ini," ucapnya.
Saat itulah, Maryam semakin intens membaca Alquran. Di sana, ia menemukan fakta bahwa Nabi Muhammad SAW adalah utusan Allah. Informasi itu ia perdalam dengan banyak bertanya kepada siapa pun. Akhirnya, setelah Ramadhan, hati dan pikiran Maryam mantap untuk menjadi Muslim.
Ujian terhadap komitmen Maryam mulai datang, ia jatuh sakit. Ia pun menjadi buta. Alhamdulullah, berkat pertolongan Allah, Maryam kembali sembuh. Ini yang membuat Maryam semakin bersyukur atas putusan besarnya itu.
"Bagi saya, Alquran itu seperti buku manual, selayaknya kita membutuhkan panduan ketika berkendara. Alquran adalah buku kehidupan. Saya bangga menjadi Muslim Siprus, Alhamdulillah," kata dia.
Beberapa pekan kemudian, orang tuanya mulai mengetahui identitas barunya. Ayahnya bereaksi positif. Ia memang tahu banyak tentang Islam. Ini membuat Maryam begitu mudah untuk menjelaskan apa yang menjadi latar keputusannya itu.
Lulus dari universitas dengan gelar sarjana, ia diterima bekerja sebagai trainee di sebuah perusahaan besar. Tak henti-hentinya, ia mengucapkan rasa syukur. "Jika saya boleh memberikan nasihat, dengarkan kata hati Anda, terimalah bahwa kebenaran itu ada, dan hidup di dunianya hanya sementara," ucapnya.