REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Daya saing perekonomian Indonesia yang stagnan tak lepas dari melemahnya peranan sektor industri. Terdapat beragam masalah yang harus diselesaikan antara lain struktur industri yang lemah, sistem insentif yang parsial dan permasalahan-permasalahan lainnya. Untuk itu, peningkatan daya saing perekonomian sudah selayaknya menjadi agenda pembangunan bagi pemimpin Indonesia selanjutnya.
Demikian disampaikan Peneliti Pusat Penelitian Ekonomi (P2E) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Latif Adam dalam Refleksi Akhir Tahun Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan LIPI 2013 di Gedung Widya Graha LIPI, Senin (23/12).
Berdasarkan keterangan P2E LIPI, daya saing perekonomian Indonesia berdasarkan survei 'Doing Business 2013' berada di posisi 128 dari 183 negara yang disurvei. Daya saing sektor industri Indonesia lebih rendah dari beberapa negara kompetitor, salah satunya Vietnam.
Pelemahan peran sektor industri terlihat dari pertumbuhannya pada triwulan III 2013 yang tercatat 5,55 persen, lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi, 5,83 persen. Sumbangan terhadap PDB terus menurun dari 29,2 persen (2002) menjadi 23,1 persen (triwulan III 2013). Kemampuan menyerap tenaga kerja menurun dari 13,2 persen (2002) menjadi 12,9 persen (Februari 2013).
Terkait struktur industri yang lemah, Latif menjelaskan hal tersebut tergambar dari tingginya ketergantungan impor bahan baku (76,1 persen) dan barang modal (16,9 persen). Demikian pula dengan ketiadaan industri unggulan dan pohon industri yang belum lengkap.
"Struktur industri belum solid. Contohnya baja. Kita punya bijih logam, tapi kemudian kita ekspor. Di sisi yang sama, kita impor billet," kata Latif kepada wartawan seusai menyampaikan pemaparannya.