Ahad 05 Oct 2025 12:28 WIB

Ekonom Bantah Tudingan MBG Sebabkan Kenaikan Harga Ayam

Komponen biaya pakan merupakan penentu utama HPP ayam ras pedaging.

Pedagang daging ayam di Pasar Peterongan, Semarang Selatan, Kota Semarang, Jawa Tengah.
Foto: Republika/Kamran Dikarma
Pedagang daging ayam di Pasar Peterongan, Semarang Selatan, Kota Semarang, Jawa Tengah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom EVIDENT Institute Rinatania Anggraeni Fajriani menilai tudingan bahwa program makan bergizi gratis (MBG) menjadi penyebab kenaikan harga daging ayam tidak berdasar secara logika ekonomi. Menurutnya, faktor utama yang mendorong naiknya harga ayam justru berasal dari peningkatan biaya pakan yang diikuti sejumlah faktor struktural lain di sektor peternakan.

"Sulit menyimpulkan MBG sebagai satu-satunya pendorong utama kenaikan harga daging ayam nasional tanpa faktor lain yang lebih besar," ujar Rinatania dalam keterangannya, Ahad (5/10/2025)/

Baca Juga

Sebelumnya, lembaga riset Center of Economic and Law Studies (CELIOS) menuding dapur umum MBG mendorong harga daging ayam naik dan menyingkirkan pedagang kecil. Menanggapi hal ini, Rinatania menjelaskan skala permintaan daging ayam dari program MBG masih terlalu kecil untuk mengguncang harga pangan nasional.

Berdasarkan data Badan Pangan Nasional (Bapanas), kebutuhan daging ayam untuk MBG pada 2025 diperkirakan mencapai sekitar 70 ribu ton, sementara total proyeksi produksi nasional mencapai 3,8 juta ton. Artinya, serapan MBG terhadap produksi nasional kurang lebih hanya 1,8 persen.

Menurut Rinatania, komponen biaya pakan merupakan penentu utama harga pokok produksi (HPP) ayam ras pedaging. Biaya bahan baku pakan, terutama jagung dan bungkil kedelai adalah komponen biaya terbesar dalam budidaya ayam ras pedaging.

Berbagai kajian akademik menunjukkan, kenaikan harga jagung secara signifikan menaikkan biaya produksi, menekan margin peternak, dan akhirnya mendorong kenaikan harga daging ayam. "Menyalahkan MBG dan mengabaikan siklus harga pakan ibarat menyalahkan barista atas kenaikan harga kopi di coffee shop ketika harga biji kopi dunia sedang naik," ujarnya.

Selain faktor pakan, ia menyebut sejumlah penyebab lain seperti volatilitas harga akibat musim, sarana produksi ternak (sapronak), biaya logistik, penyakit unggas, serta panjangnya rantai distribusi turut memengaruhi fluktuasi harga daging ayam di pasar domestik.

Rinatania menilai kritik terhadap MBG seharusnya diarahkan pada aspek implementasi, bukan pada keberadaan programnya. Meski demikian, ia sependapat dengan kajian CELIOS bahwa pengadaan bahan pangan untuk MBG perlu dirancang agar tidak hanya menguntungkan pedagang besar, tetapi juga membuka akses bagi koperasi, UMKM, dan pasar lokal.

"Tetapi, menghentikan MBG adalah solusi mudah yang tidak solutif. Alih-alih, MBG dapat level the playing field dengan membuka akses supply SPPG (satuan pelayanan pemenuhan gizi) kepada koperasi, UMKM, dan pasar lokal. Dengan desain inklusif, MBG justru dapat berkontribusi terhadap kestabilan permintaan pasar, mengurangi volatilitas harga, dan memperkuat ekosistem pangan nasional," terangnya.

Ia menegaskan mahalnya daging ayam bukanlah persoalan baru karena biaya pakan, logistik, dan faktor musiman telah lama menjadi faktor dominan. Karena itu, menurut dia, analisis publik tidak boleh berhenti pada narasi sederhana bahwa MBG menyebabkan kenaikan harga.

"Jika analisis publik berhenti pada narasi sederhana 'MBG bikin harga naik' kita justru gagal melihat urgensi perbaikan mendasar untuk meningkatkan ketahanan pangan Indonesia," sebutnya.

 

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement