REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Laju inflasi 2013 yang tercatat sebesar 8,38 persen atau lebih tinggi dari asumsi APBN-Perubahan sebesar 7,2 persen. Menurut Menteri Keuangan Chatib Basri kondisi dikarenakan harga bahan makanan yang relatif tinggi sepanjang tahun.
"Faktor yang membuat inflasi melampaui asumsi APBN-Perubahan adalah bahan makanan, karena efek dari (kenaikan harga) BBM sudah 'predictable'," katanya di Jakarta, Kamis (2/1).
Chatib mengatakan pemerintah dalam penyusunan APBN-Perubahan telah menetapkan laju inflasi sebesar 7,2 persen lebih tinggi dari APBN sebesar 4,9 persen, karena sudah mempertimbangkan terjadi kenaikan harga BBM dan efeknya terhadap bahan komoditas lain.
"Angka 7,2 persen dalam APBN-Perubahan telah diperkirakan dengan efek makanan tidak sebesar itu, tapi kemudian harga makanan 'overshoot', pemerintah berupaya mengatasi dengan menghilangkan kuota impor," katanya.
Menurut Chatib, pemerintah maupun Bank Indonesia pernah memperkirakan laju inflasi akhir tahun pada kisaran sembilan persen, namun penerapan paket kebijakan, termasuk menghilangkan kuota impor pangan, dianggap berhasil.
"Pemerintah setelah harga makanan 'overshoot' memperkirakan inflasi sembilan persen, bahkan BI dengan angka 9,8 persen. Tapi setelah kita datang dengan kebijakan melepas kuota dan harga pangan dikendalikan, kita bisa 8,3 persen," ujarnya.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik Sasmito Hadi Wibowo menambahkan laju inflasi melampaui target, karena para pedagang pada pertengahan tahun 2013 memanfaatkan momentum kenaikan harga BBM bersubsidi.
"Juni waktu itu menjelang lebaran, dan ada 'moral hazard' dari para penjual untuk menaikkan harga barang, padahal pasti produsen sudah antisipasi karena berapapun harga dinaikkan, konsumen akan beli," katanya.
Sasmito menyarankan agar target inflasi pada 2014 sebesar 5,5 persen dapat tercapai, pemerintah mulai menyiapkan bahan komoditas pangan mulai awal tahun supaya tidak terpengaruh masa panen maupun cuaca yang tidak bisa diprediksi.