Ahad 05 Jan 2014 01:50 WIB

Ruba Qewar Jatuh Cinta pada Alquran

Dua Kalimat Syahadat (ilustrasi).
Foto: kaligrafibambu.com
Dua Kalimat Syahadat (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID. Oleh: Rosita Budi Suryaningsih

Ia menemukan jawaban atas keraguan hatinya dalam Alquran.

Perempuan yang tinggal di Amerika Serikat ini, Ruba Qewar lumayan banyak memicu kontroversi. Pencarian akan keyakinan kepada Tuhan yang membuatnya nyaman selama ini beberapa kali berubah.

Ia lahir dalam keluarga Kristen. Ruba lahir di Denmark pada 1981, kemudian keluarganya pindah ke Yordania pada 1985. Tinggal di sana sebagai minoritas karena ia beragama Kristen, tak membuatnya nyaman.

Hingga akhirnya keluarganya pindah ke Amerika Serikat pada 2002. Setelah ayahnya yang menjadi pendeta meninggal, ia mulai menjauhi agamanya dan gereja.

Selama ini yang membuatnya selalu pergi ke gereja dan membaca Alkitab adalah karena ayahnya, kakeknya, juga paman-pamannya yang merupakan para pendeta yang disegani.

Saudara-saudaranya yang lain juga para pengikut Kristen yang sangat taat dan beberapa dari mereka juga menikah dengan pendeta.

Namun, ia merasa berbeda. Ruba kadang tak puas dengan penjelasan yang diberikan para pendeta dan Alkitab atas pertanyaan akan rasa penasarannya. Ia kemudian mengamati agama yang lain, Hindu, Buddha, Yahudi, dan Islam.

Ia pergi bertemu dengan pengikut agama lain untuk mencari kebenaran. Ruba telah banyak berdebat dengan paman-pamannya yang pendeta, juga ibunya tentang keilahian Yesus, satu hal yang membuatnya ragu selama ini pada ajaran agamanya.

Ia pergi ke kuil Buddha, tempat ibadah Sikh, dan agama lainnya. Ia melihat mereka, penganut agama lain tersebut, bisa patuh dan percaya sepenuhnya kepada yang mereka sembah, yaitu Tuhan mereka.

Saat ingin mempelajari Islam, ia bingung harus memulainya dari mana. Ia tahu kitab suci agama ini, Alquran, namun ia tak tahu siapa yang memilikinya dan bisa meminjamkannya sebentar untuk ia baca.

Ia pun justru banyak merasa kesal kepada orang Islam karena menurutnya selalu menganggapnya salah dan merendahkan orang Kristen sepertinya. Itu yang ia ketahui dari berbagai media dan informasi yang tersebar di Amerika.

Ia ingin membaca Alquran untuk membuktikan kepada orang Islam bahwa mereka salah. “Aku ingin menemukan kesalahan dalam Alquran untuk membuktikan orang Islam itu salah dan sayalah yang benar,” ujarnya.

Ia pernah membaca bahwa Alquran hanyalah sebuah buku karangan yang ditulis seseorang yang menyebut dirinya seorang nabi. Ia kemudian membuka laman www.Muslim-web.com yang di dalamnya ada konten khusus untuk Alquran dan isi terjemahannya.

Membacanya satu per satu melalui layar komputernya, membuatnya jatuh cinta. Surat-surat pertama terdengar bahasanya tidak terlalu memaksa, namun menjelaskan dan menjawab rasa penasarannya. “Saya jadi jatuh cinta kepada Alquran,” kata Ruba.

Inilah yang membuatnya mantap untuk masuk Islam. “Sebelumnya, saya tidak pernah berpikir Islam akan menjadi jalan yang saya pilih,” ujarnya.

Dalam perjalanan menjadi seorang mualaf baru, ia dilanda kebingungan dan salah jalan. Saat sedang dalam masalah keluarga, saat itu ia bercerai dari suaminya dan diusir dari rumahnya, kemudian memutuskan untuk pergi ke Yordania kembali.

Niatnya adalah untuk merasakan kembali tinggal di negara Muslim, tempat dulu ia menjadi kalangan minoritas. Namun kini ia statusnya berbeda, ia akan menjadi bagian dari keluarga Muslim itu.

Sayangnya, ia bertemu dengan orang yang salah. Sebagai seorang Muslim baru, di Yordania yang ia temui adalah guru spiritual yang mengajarkan Islam ekstremis dan mengaduk-aduk psikologis spiritualnya.

Ia merasa dididik untuk menjadi seorang teroris. Ruba kecewa dengan hal ini, hingga akhirnya ia kembali ke Amerika dan memutuskan untuk kembali ke keluarganya dan menjadi Kristen lagi.

Ia tak percaya lagi pada Islam dan kembali kepada ibu dan keluarganya yang Kristen. Kemudian, ia ditawari untuk ditayangkan dalam televisi pada sebuah acara tentang kembalinya ia menuju ke Kristen.

Dalam kesempatan tersebut, telah di-setting agar acara bisa mengharukan, yaitu dengan cara sang ibu memeluknya dengan erat sambil menangis, kemudian ia juga disuruh untuk melepaskan jilbabnya dalam acara tersebut.

Hari-hari berlalu saat ia kembali di tengah keluarga Kristen. Namun, ia merasa tak nyaman, hatinya merasa tak tenang. Saat kembali ke tengah keluarganya, ia diperlakukan berbeda, dianggap sebagai mata-mata, dan diberikan perawatan jiwa, seperti layaknya pencucian otak.

Ia merasa sangat berat sekali di masa ini. Stres secara psikologis dan waktunya banyak dihabiskan untuk mengikuti kelas dan pelajaran berat tentang kekristenan.

Kadang, ia sering menyendiri di dekat danau dan kemudian ia banyak lagi membaca Alquran. Ruba paham yang membuat jiwanya tenang adalah ketika bersama dengan hal yang dicintainya, Alquran, Islam.

Dengan keyakinan yang teguh, ia kemudian kembali ke Islam lagi. Ia percaya jalan inilah yang paling tepat baginya karena Islam bisa memberikan jawaban atas keraguannya dan ia merasa nyaman di dalamnya.

Jika ia ditanya apa alasannya kembali ke Islam lagi? Jawabnya adalah karena pertolongan Allah. “Atas rahmat-Nya yang besar yang diberikan kepada saya, saya bersyukur dan terus berdoa agar bisa selalu teguh pada Islam, agama yang saya percayai sekarang,” katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement