REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Pasukan keamaan di barat Myamar diduga membunuh sedikitnya 40 Muslim Rohingnya pekan lalu, termasuk wanita dan anak-anak, kata grup hak asasi manusia pada Kamis, mengutip sejumlah saksi meski pejabat menyangkal pembunuhan tersebut.
Fortify Right, organisasi berbasis di Bangkok menyatakan berbicara dengan saksi dan sumber-sumber kredibel lain yang mengonfirmasi pembantaian tersebut. Bila terbukti maka itu adalah insiden mematikan di Rakhine sejak Oktober 2012, saat ethnis Budha Rakhine memerangi minoritas Muslim Rohingya
"Jumlah kematian sesungguhnya bisa jadi lebih tinggi, tapi informasi terbatas karena larangan oleh pemerintah untuk memasuki area tersebut," ujar grup tersebut dalam sebuah pernyataan.
Juru bicara pemerintah negara bagian Rakhine, Win Myaing kepada Reuters pada Kamis menyatakan telah mengunjungi area tersebut dan tidak menemukan pembunuhan massal. Media negara pada Kamis juga memuat berita penyangkalan terhadap pembantaian tersebut.
Laporan mengenai serangan mulai beredar setelah bentrok pada 13 Januari antara polisi dan warga desa Rohingya dai kota kecil Maungdaw, kawasan terpencil yang berada di luar jangkauan wartawan, sementara akses pegian kemanusiaan juga dikendalikan ketat.
Beberapa hari kemudian juru bicara pemerintah nasional dan negara bagian menyatakan polisi telah diserang di kawasan tersebut, namun mereka membantah melakukan pembalasan dengan pembunuhan. Pernyataan itu dibuat ditengah seruan PBB dan Kedutaan Besar AS dan Inggris untuk investigasi.
Penahanan Massal
Seorang sumber Rohingya kepada Reuters menuturkan sekelompok terdiri delapan orang Rohingya bentrok dengan polisi pada 13 Januari malam. Satu polisi terbunuh bersama dua atau tiga Rohingya, sementara sisanya melarikan diri ke desa terdekat.
Pasukan keamanan lalu mengepung desa tersebut dan menyerbu bersama beberapa warga sipil Budha Rakhina, membunuh setidaknya 70 Rohingya, menurut sumber yang tak ingin diungkap namanya demi alasan keamanan. Desa itu kini ditinggalkan.
"Banyak orang ditahan dan menghilang," ungkapnya. "Beberapa kabur di tempat-tempat terpisah, dalam ketakutan."
Sejumlah 16 orang kini tengah diinterogasi mengenai penyerangan terhadap polisi, bunyi laporan majalah New Light of Myanmar. Fortify Right menyatakan pemerintah melakukan 'penangkapan besar-besaran' terhadap Rohingya.
"Penangkapan sewenang-wenang memperluas kekerasan HAM di kawasan tersebut dan haru segera diakhiri, "ujar direktur eksektif organisasi, Matthew Smith.
Bila kisah itu benar, maka pembantaian terkini menambah korban tewas terbunuh dalam konflik agama di penjuru Myanmar menjadi 277 orang, terhitung sejak Juni 2012. Lebih dari 140.000 orang telah mengungsi.
Pemerintah Myanmar menyatakan pada 16 Januari lalu mereka tidak akan mendiskusikan kasus Rohingya dalam pertemuan di tingkat ASEAN meski jika ada negara lain menyinggung isu tersebut. Mulai tahun ini Myanmar resmi menjadi ketua ASEAN.