Selasa 18 Feb 2014 16:21 WIB

Produksi Tambang Newmont Diolah di Smelting Gresik

Tambang PT Newmont Nusa Tenggara di Batu Hijau , Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat
Foto: Antara
Tambang PT Newmont Nusa Tenggara di Batu Hijau , Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat

REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Produksi tambang yang dihasilkan PT Newmont Nusa Tenggara (PTNNT) sementara ini hanya bisa diolah di PT Smelting di Gresik, Jawa

Timur, karena perusahaan tembaga dan emas ini belum memperoleh izin ekspor konsentrat dari Pemerintah Indonesia.

"Masih tetap berproduksi, namun sementara ini hanya bisa dikirim ke PT Smelting di Gresik, untuk diolah di dalam negeri sesuai amanat Undang Undang Minerba,"

kata Senior Spesial Media Relations PTNNT H Ruslan Ahmad, di Mataram, Selasa.

Ia mengatakan, jumlah bahan tambang PTNNT dari areal Batu Hijau, Pulau Sumbawa, yang diolah di PT Smelting itu hanya 20-25 persen dari total produksi.

Karena itu, manajemen PTNNT berharap segera ada solusi terbaik atas kebijakan Pemerintah Indonesia memberlakukan Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang

Pertambangan Minerba, beserta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2014 sebagai aturan pelaksanaan Undang Undang Pertambangan Minerba.

"Masih dalam pembahasan dengan pemerintah, mudah-mudahan segera ada solusi terbaik," ujar Ruslan.

Sebelumnya, General Manager Tanggungjawab Sosial dan Lembaga Pemerintahan PTNNT Rahmat Makassau, yang didampingi Kepala Departemen Komunikasi PTNNT Rubi Waprasa Purnomo, mengatakan bahwa PTNNT belum memperoleh izin ekspor konsentrat dari Pemerintah Indonesia.

"Kita (PTNNT) belum dapat izin ekspor, masih ada beberapa hal yang perlu kami lakukan (penuhi). Tapi perusahaan harus mengantisipasinya, otomatis harus memikirkan pengurangan-pengurangan yang bisa dilakukan (efisiensi)," ujar Rahmat.

Rahmat mengungkapkan bahwa kondisi aktivitas tambang Newmont saat ini belum bisa berjalan normal karena masih ada ketidakjelasan terkait ekspor konsentrat yang harus dikenakan biaya keluar progresif.

Sementara izin operasional tambang PTNNT itu, harus didukung rekomendasi dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang merujuk pada sejumlah syarat dan ketentuan.

"Termasuk Rencana Kerja Anggaran dan Biaya (RAKB) PTNNT. Masalahnya dalam RAKB itu harus tercantum biaya keluar progresif 20-60 persen yang harus masuk. Ini yang masih terus didiskusikan, sehingga belum bisa ada izin itu," ujarnya.

Rahmat mengakui, kondisi perusahaan tambang PTNNT saat ini cukup memprihatinkan karena belum bisa ekspor konsentrat sehingga aktivitas produksi pun terhenti.

Manajemen PTNNT sangat berharap, upaya kompromi dengan Pemerintah Indonesia terkait pajak progresif itu, segera menghasilkan solusi terbaik.

Terhitung 12 Januari 2014, seluruh perusahaan tambang minerba di Indonesia, diharuskan mematuhi ketentuan Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang

Pertambangan Minerba, beserta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2014 sebagai aturan pelaksanaan Undang Undang Pertambangan Minerba.

Perusahaan tambang yang terdaftar di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tidak kurang dari 11 ribu unit, termasuk dua perusahaan besar yakni

PTNNT dan PT Freeport Indonesia (FI) juga dilibatkan, baik yang beroperasi dengan Kontrak Karya (KK) maupun Izin Usaha Pertambangan (IUP).

Dengan demikian, tidak lagi dibenarkan bahan mineral mentah (ore) diekspor, atau harus dilakukan pengolahan di dalam negeri.

Namun, konsentrat dalam kadar tertentu masih bisa diekspor, dan hal itu telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014.

Hanya saja, ekspor konsentrat itu disertai pengenaan bea keluar ekspor progresif (pajak progresif berkisar antara 20-60 persen), dimana semakin tinggi kadar kemurniannya maka semakin rendah bea keluarnya, namun bila semakin rendah kadar kemurniannya maka semakin tinggi bea keluarnya.

PP itu akan diikuti oleh Peraturan Menteri ESDM, Peraturan Menteri Perindustrian dan Peraturan Menteri Keuangan untuk hal-hal operasional di lapangan.

Dengan demikian, PT FI (Freeport Indonesia) dan PTNNT dapat beroperasi seperti sedia kala, namun tentunya harus menyiapkan dana untuk pembayaran bea keluar ekspor progresif.

PTNNT adalah perusahaan tambang tembaga dan emas yang beroperasi berdasarkan Kontrak Karya generasi IV yang ditandatangani pada 2 Desember 1986.

Sejak beroperasi penuh di Indonesia pada tahun 2000, total kontribusi ekonomi PTNNT mencapai sekitar Rp90 triliun yang meliputi pembayaran pajak dan non-pajak, royalti, gaji karyawan, pembelian barang dan jasa dalam negeri, serta dividen bagi pemegang saham nasional.

Selain itu, PTNNT juga telah melaksanakan program-program tanggung jawab sosial untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat sekitar tambang dengan dana rata-rata Rp50 miliar per tahun. Saat ini PTNNT mempekerjakan lebih dari 4.000 karyawan dan 5.000-an kontraktor.

Versi PTNNT, sepanjang 2011 perusahaan tambang di Batu Hijau Pulau Sumbawa NTB itu memproduksi 283 juta pouds tembaga, 318 ribu ons emas, dan 1.074.000 ons perak.

Produksi di 2012 mengalami penurunan yakni sebanyak 161 juta pounds tembaga, 70.000 ons emas, dan 359.000 ons perak.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement