REPUBLIKA.CO.ID, Jermaine Jackson, saudara kandung mendiang superstar Michael Jackson, memeluk Islam usai kunjungannya ke Bahrain dalam serangkaian tur Timur Tengah pada dekade 80-an.
Setelah menjadi mualaf, dia pun mengganti namanya menjadi Muhammad Abdul Aziz dan memilih tinggal di pinggiran Los Angeles.
“Islam telah mengurai banyak kesulitan di dalam hidupku. Sejak berislam, aku menjadi manusia utuh dalam arti yang sebenarnya. Aku merasakan perubahan yang luar biasa di dalam diriku. Aku meninggalkan semua hal yang dilarang oleh Islam,” ungkap Jermaine seperti dilansir IfoundIslam.net.
Akan tetapi, kata dia, hal ini ternyata membawa dampak terhadap keluarganya. Singkatnya, semua anggota keluarga Jackson tidak hanya kaget, tetapi juga merasa cemas melihat segala perubahan yang terjadi pada hidup Jermaine.
“Bermacam surat ancaman yang datang membuat kekhawatiran mereka kepadaku semakin bertambah. Bahkan, sempat ada yang mengancam akan membuatku tidak betah berlama-lama hidup di Amerika,” tuturnya.
Keluarga Jermaine biasanya akan mengingatkan. “Kau tersiksa oleh permusuhan yang ditunjukkan masyarakat dan budaya Amerika lantaran keislamanmu. Kau telah merampas hakmu sendiri untuk hidup bersama orang lain,” kata mereka.
Untungnya, kakak kandung Janet Jackson ini dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang berwawasan luas. Ia dan saudara-saudaranya diajarkan untuk menghargai keberadaan semua agama. “Kami selalu dididik untuk menjaga toleransi. Orang tua kami melatih dan mempersiapkan mental kami dengan cara begitu.”
Dalam perjalanan kembali ke AS, Jermaine membawa banyak buku tentang Islam. Sang adik, Michael Jackson, meminta beberapa buku dari Jermaine untuk dipelajari. Padahal, sebelumnya pandangan Michael dipengaruhi oleh propaganda media Amerika terhadap Islam dan kaum Muslimin.
Michael sendiri sebenarnya tidak memusuhi Islam. Walaupun begitu, ia juga tidak ingin menunjukkan kecenderungannya kepada kaum Muslimin. Setelah membaca buku-buku yang diberikan Jermaine, Michael tetap saja bungkam dan tidak mengatakan apa pun kepada orang-orang Muslim.
Ketika kembali ke Amerika, ibunda Jermaine sudah mendengar kabar mengenai keislamannya. Menurut Jermaine, ibunya adalah seorang wanita yang sangat agamis dan beradab. “Saat itu, ibuku hanya mengajukan satu pertanyaan kepadaku. Apakah kau mengambil keputusan (menjadi seorang Muslim) ini dengan tiba-tiba, atau adakah hasil pemikiranmu yang mendalam dan panjang di balik itu?”
Jermaine mengatakan pada sang bunda bahwa dirinya telah memikirkan berulangkali dengan sungguh-sungguh sebelum memutuskan menjadi Muslim.