REPUBLIKA.CO.ID, Konversi ini hanyalah salah satu pemberdayaan yang berjalan di Tengger. Aktivitas lainnya adalah pendirian taman kanak-kanak dan pendidikan anak usia dini, pemeriksaan kesehatan secara berkala, khitanan untuk para mualaf, baik orang tua ataupun anak-anak, dan nikah massal.
Pembangunan fasilitas pun ditempuh, yaitu pipanisasi sepanjang tiga km dan pembangunan masjid.
Ketua Umum Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) Syuhada Bahri mengatakan, pemberdayaan mualaf di pedalaman berbeda dengan kota-kota besar. “Dai harus bekerja keras, bahkan sering berada di bawah ancaman,” katanya.
Ada dai yang justru dimintai uang terus oleh penduduk di sana. Paling tidak, jelas dia, mesti tersedia dana Rp 20 miliar per tahun untuk pembinaan mualaf pedalaman.
Menurut Syuhada, tugas dai yang bertugas di pedalaman itu berat. Mereka tak hanya mengajari mengaji dan Islam. Mereka juga dituntut mampu mengajar di sekolah formal serta hal lain sebagai agen perubahan. Salah satu bentuknya adalah memberdayakan masyarakat. Upaya ini bertujuan agar masyarakat pedalaman mandiri secara ekonomi.
Biasanya, bentuk pemberdayaan sesuai potensi daerahnya. Ia mencontohkan Mentawai. Di wilayah ini, mualaf diajari menanam padi. Di Pulau Seram, Maluku Utara, mualaf menanam kacang.
Menjunjung amanah
Memberdayakan mualaf dalam bidang ekonomi sangat penting. Menurut Ketua Umum DDII Syuhada Bahri, melalui langkah ini mualaf yang dhuafa di pedalaman mempunyai penghasilan bagi keluarganya. Meski demikian, ia mengingatkan, agar tujuan utama dakwah tak diabaikan. “Prioritasnya tetap pada sisi keimanan,” ujarnya.
Pada saat keimanan mualaf telah kuat, ungkap Syuhada, mereka tahan menghadapi beragam tantangan, termasuk sumber penghidupan. Dengan keimanan ini pula ia meyakini bantuan dapat dimanfaatkan dengan baik.
Bagi dia, hal terpenting pelaksanaan program ekonomi berlangsung amanah dan profesional. Baik dari pihak lembaga pemberi maupun mualafnya itu sendiri. “Amanah ini lahir dari iman. Itulah makanya keimanan harus mendapat perhatian utama,” kata Syuhada.
Masyarakat di pedalaman yang miskin ilmu, harta, dan iman ini harus dikenalkan pada Tuhannya dan dikenalkan pada ajaran-ajaran Tuhannya terlebih dahulu. Kemudian, mereka pun bisa melakukan kegiatan penunjang kehidupan lain yang sesuai dengan syariat Islam.