REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank sentral AS, the Federal Reserve, telah memberikan sinyal akan menaikan suku bunga setelah stimulus moneter berakhir. Saat ini the Fed terus mengurangi stimulus moneter dan diprediksikan akan berakhir pada akhir 2014. Pengamat menilai, rupiah masih menarik jika BI rate dinaikan sebesar 50 bps tahun ini.
Ekonom Standard Chartered Fauzi Ichsan mengatakan, pasar finansial sebenarnya sudah menghitung dampak stimulus moneter AS yang akan berakhir pada akhir 2014.
"Kebijakan quantitative easing berakhir tahun ini. Tentunya di semester ke 2 tahun 2015 suku bunga jangka pendek AS akan naik. Kita pikir bulan Juni sudah naik," ujar Fauzi, Selasa (25/3).
Menurut dia, negara-negara yang memiliki defisit transaksi berjalan yang lebar rentan mengalami aliran modal keluar. Indonesia memiliki kesempatan untuk menurunkan defisit hingga semester II-2015. Fauzi mengatakan, dampak kenaikan suku bunga AS tidak akan terlalu besar jika defisit transaksi berjalan dapat dipersempit.
"Apalagi kalau BI siap menaikkan BI rate lagi," ujarnya. Ia memperkirakan BI rate akan naik sebesar masing-masing 25 bps pada triwulan III dan IV. Dengan demikian, BI rate pada akhir tahun diproyeksikan sebesar 8 persen.
Dengan BI rate sebesar 8 persen, rupiah masih menarik daripada dolar AS. Ia mencontohkan, jika AS menaikan suku bunga sebesar 50 bps menjadi 0,75 persen pada akhir tahun, selisih antara suku bunga rupiah dan dolar sebesar 7,25 persen. "Masih menarik rupiah," ujarnya.