REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kinerja keuangan PT Garuda Indonesia Tbk pada kuartal I 2014 diperkirakan masih akan tertekan akibat depresiasi rupiah terhadap dolar AS. "Kinerja keuangan masih agak cukup berat karena kurs dolar masih tinggi," kata Direktur Utama Garuda Emirsyah Satar, di Kantor Garuda Maintenance Facilities (GMF), Cengkareng, Kamis (24/4).
Menurut Emirsyah, pelemahan rupiah berdampak signifikan terhadap performa keuangan karena perseroan menggunakan neraca keuangan dalam dolar AS. Di sisi lain, Pemilihan Presiden Juli 2014 juga diperkirakan turut menjadi sentimen negatifnya.
Sekedar diketahui, pada kuartal I 2013 perusahaan penerbangan platmerah ini mencatat rugi komprehensif yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sekitar 31,783 juta dolar AS. Angka ini lebih tinggi dibandingkan capaian periode yang sama tahun 2012 sekitar 10,713 juta dolar AS. "Biasanya kinerja pada kuartal I mengalami penurunan, namun pada kuartal berikutnya hingga kuartal IV selalu recovery," ujarnya.
Terkait rencana right issue (penerbitan saham baru) Garuda, Emirsyah mengatakan aksi korporasi itu diperkirakan akan terserap investor. Sebelumnya, pemegang saham menyetujui right issue saham Garuda 3,22 miliar lembar saham atau setara 12,48 persen dari modal disetor.
Harga right isue disepakati sebesar Rp 460 per lembar saham, dengan demikian dana segar yang akan diperoleh perseroan berkisar Rp 1,48 triliun. "Kami tetap optimistis dengan harga diskon seperti itu, saham right issue tersebut akan terserap di pasar," tegasnya.
Meski begitu, ia enggan menyebutkan calon investor saham right issue yang dimaksud. "Kami mempercayakan penjualannya kepada Mandiri Sekuritas, Bahana Securities, dan Danareksa Sekuritas. Informasi yang kami peroleh cukup bagus penyerapannya karena harga yang ditawarkan baik," katanya.