REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) melakukan Fokus Group Discussion "Ekonomi Konstitusi" di Kantor PBNU, Jakarta, Rabu (14/5). Diskusi tersebut merupakan persiapan menjelang pelaksanaan Musyawarah Nasional (Munas) dan Konfrensi Besar (Konbes) PBNU pada bulan Juni mendatang.
Ketua PBNU, KH Said Aqil Siraj, mengatakan diskusi tentang konstitusi ekonomi merupakan pendalaman materi sebelum Munas dan Konbes. "Dari diskusi ini diharapkan bisa bermanfaat," ujar Said.
Kwik Kian Gie, mantan Menko Perekonomian (1999-2000), hadir sebagai pembicara pada acara tersebut. Kwik memaparkan sejarah perkembangan perekonomian Indonesia.
Kwik menilai ekonomi Indonesia belum berdaulat untuk kesejahteraan rakyat. Monopoli ekonomi masih terjadi di Indonesia. ''Untuk itu, harus ada Undang-undang (UU) anti monopoli," tegasnya.
Sementara wakil ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Hasan Bisri juga ikut menyampaikan materinya pada acara tersebut. Menurutnya, keuangan negara untuk kepentingan rakyat.
Hasan menjelaskan tentang sumber keuangan negara. Selain itu, Hasan juga menjelaskan terkait sumber penerimaan pajak. Kemudian, belanja negara juga menjadi materi yang disampaikan.
" Belanja negara sekitar 18-19 persen untuk pegawai," kata Hasan.
Sebelumnya Wakil Sekretaris Jenderal PBNU, Enceng Shobirin, mengatakan sumber pajak negara akan menjadi pembahasan pada Munas dan Konbes nanti. Selain itu, masalah kepemimpinan dan internal PBNU juga menjadi isu pembahasan.