REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Sebuah bom meledak Kamis di Urumqi, ibu kota provinsi Xinjiang yang sedang bergolak di Cina, demikian kantor berita Xinhua melaporkan.
Dalam berita singkatnya, Xinhua menulis bahwa ledakan terjadi di dekat taman kota dan belum diketahui jumlah korban.
Sejumlah gambar yang diunggah di media sosial Weibo menunjukkan kebakaran dan asap membumbung di atas kios-kios pasar.
"Terjadi sejumlah ledakan kuat di pasar pagi dekat Istana Kebudayaan Urumqi," tulis salah seorang pengguna Weibo yang mengaku berada di dekat lokasi saat kejadian berlangsung.
"Saya melihat api dan asap. Sejumlah kendaraan dan barang-barang terbakar sementara pemilik berlarian meninggalkan hartanya," tulis dia.
Xinjiang yang terletak di bagian barat Cina pada beberapa bulan terakhir memang terus dilanda kerusuhan sosial. Pemerintah di Beijing mengatakan bahwa kekerasan di tempat tersebut dilakukan oleh gerakan separatis yang didorong oleh pandangan relijius garis keras.
Xinjiang adalah tempat tinggal sebagian besar warga Muslim Uighur. Sementara itu sejumlah pengamat mengatakan bahwa Beijing terlalu membesar-besarkan ancaman keamanan di Xinjiang untuk membenarkan kebijikan militeristiknya. Menurut mereka, kesenjangan ekonomi dan represi kebudayaan adalah penyebab utama kerusuhan sosial di tempat itu.
Sebelumnya pada 30 April lalu, saat Presiden Xi Jinping mengunjungi provinsi tersebut, sejumlah orang bersenjatakan pedang dan bom menyerang stasiun kereta api Urumqi. Tindakan mereka menewaskan satu orang dan melukai 79 lainnya. Dua di antara penyerang juga kehilangan nyawa.
Menurut kantor berita Xinhua, serangan tersebut direncanakan oleh seseorang yang berada di luar negeri. Delapan hari sebelum kejadian, sang perencana tersebut kemudian meminta 10 orang untuk membuat bom dan memilih target.
Pada Maret, sejumlah orang tiba-tiba menusuk para pengunjung stasiun kereta api Kunming, menewaskan 29 orang dan meluakai 193. Peristiwa tersebut dikenal sebagai "9/11 versi Tiongkok".
Pada 2009, kerusuhan etnis juga merbak di Urumqi atanra Uighurs melawan mayoritas Han. Sebanyak 200 orang kehilangan nyawa.
Cina sendiri menanggapi rangkaian kekerasan tersebut dengan memperketat keamanan di sejumlah jalan.
Sejumlah kelompok pembela hak asasi manusia mengatakan ketegangan di Xinjiang dipicu oleh opresi kultural, represi aparat keamanan, dan imigrasi oleh suku Han yang kemudian yang kemudian menadapat keuntungan oleh kebijakan ekonomi diskriminatif.
Beijing membantah hal tersebut dan mengklaim bahwa kebijakan di Xinjiang telah membawa provinsi tersebut lebih sejahtera.