REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan gadai emas (Ar Rahn) kini tak lagi primadona di perbankan syariah. Hal ini karena sifat spekulatif yang justru bisa mengancam bank syariah.
Kepala Departemen Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan, Edi Setiadi mengatakan saat ini gadai emas hanya berkontribusi lima persen dari keseluruhan bisnis perbankan syariah (BUS dan usaha unit syariah). Bahkan kontribusi gadai emas di beberapa bank syariah lebih minim lagi, yaitu hanya dua atau tiga persen.
Artinya gadai tak lagi menjadi penerimaan utama bank syariah. Bahkan ada bank yang kini tak lagi menggembar-gemborkan produk syariah. Alasannya, karena bank syariah membutuhkan tenaga ahli yang mengerti bisnis ini.
Hanya saja, tak seperti tenaga ahli di Pegadaian, mekanisme perbankan syariah lebih rumit. Ujung-ujungnya justru merepotkan bank itu sendiri. Terkait kasus gadai emas, Edi menyatakan regulator masih melakukan pemeriksaan dan pemantauan.
Sebelumnya, anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen, Kusumaningtuti Sandriharmy Soetino, mengatakan, pasca pelimpafungsi dan tugas pengawasan lembaga keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendapat limpahan 200 kasus dari Bank Indonesia. Setengah diantaranya terkait kasus gadai emas syariah.
''Kasus ini masih dalam tahap pemeriksaan oleh pengawas,'' kata Kusumaningtuti kepada Republika beberapa waktu lalu.