REPUBLIKA.CO.ID, Salamah terkenal sebagai tokoh paling mahir dalam peperangan jalan kaki, dan dalam memanah serta melemparkan tombak dan lembing. Siasat yang dijalankannya serupa dengan perang gerilya yang kita jumpai sekarang ini.
Jika musuh datang menyerang, ia menarik pasukannya mundur ke belakang. Tetapi bila mereka kembali untuk berhenti atau istirahat, maka diserangnya mereka tanpa ampun.
Dengan siasat seperti ini ia mampu seorang diri menghalau tentara yang menyerang luar Kota Madinah di bawah pimpinan Uyainah bin Hishan Al-Fizari dalam suatu peperangan yang disebut Perang Dzi Qarad.
Ia pergi membuntuti mereka seorang diri, lalu memerangi dan menghalau mereka dari Madinah, hingga akhirnya datanglah Nabi membawa bala bantuan yang terdiri dari sahabat-sahabatnya.
Pada hari itulah Rasulullah menyatakan kepada para sahabat, "Tokoh pasukan jalan kaki kita yang terbaik ialah Salamah bin Al-Akwa!"
Salamah juga tidak pernah merasa kesal dan kecewa kecuali ketika saudaranya yang bernama Amir bin Al-Akwa tewas di Perang Khaibar.
Dalam peperangan itu Amir memukulkan pedangnya kepada salah seorang musyrik. Akan tetapi rupanya pedang yang digenggamnya hulunya itu melantur dan terbalik hingga menghunjam pada ubun-ubunnya yang menyebabkan kematiannya.
Beberapa orang berkata, "Kasihan Amir, ia terhalang mendapatkan mati syahid."
Maka pada saat itu, ya hanya sekali itulah dan tidak lebih, Salamah merasa amat kecewa. Ia menyangka sebagaimana sangkaan para sahabat bahwa saudaranya itu tidak mendapatkan pahala berjihad dan sebutan mati syahid, disebabkan ia telah bunuh diri tanpa sengaja.
Namun, Rasulullah yang pengasih itu segera mendudukkan perkara pada tempat yang sebenarnya, yakni ketika Salamah datang bertanya, "Wahai Rasulullah, betulkah pahala Amir itu gugur?"
Maka jawab Rasulullah SAW, "Ia gugur bagai pejuang. Bahkan mendapat dua macam pahala. Dan sekarang ia sedang berenang di sungai-sungai surga."