REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Duta Besar Prancis untuk Indonesia, Corrine Breuze, melakukan kunjungan kerja ke Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) untuk mempelajari cara mengatasi radikalisme dan terorisme, khususnya Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS).
Corrine Breuze datang ke PBNU dengan didampingi Sekretaris Pertama di Kedutaan Besar Prancis, Jean-Louis Bertrand. Kedatangannya diterima secara langsung oleh Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj yang didampingi oleh Sekjen PBNU Marsudi Syuhud, Ketua PBNU Iqbal Sullam, Wasekjen PBNU M. Sulton Fatoni dan Imdadun Rahmat.
“Sebagaimana tujuan kami datang ke sini, soal radikalisme dan terorisme, bagaimana seharusnya mereka diperlakukan?” tanya Breuze, Senin (13/10).
Kiai Said menjawabnya dengan lugas bahwa deradikalisasi itu tugas organisasi kemasyarakatan seperti NU, tapi penanganan terorisme itu ranah pemerintah.
Breuze pun kembali menanyakan metode seperti apa yang digunakan NU. Apakah pendekatan langsung ke terpidana terorisme, atau melalui pendidikan yang sifatnya pencegahan?
“Semua kami lakukan. Kami memiliki pesantren, madrasah, dan masjid, yang selalu mengajarkan Islam yang sebenarnya, Islam tasamuh, tawasuth, dan tawazun. Pengurus-pengurus NU dan ulama-ulama di setiap kesempatan juga menyuarakan bahaya radikalisme,” tegas Kiai Said.
Lebih jauh mengenai radikalisme dan terorisme, Jean-Louis Bertrand menanyakan mengenai ancaman ISIS, khususnya di Indonesia. Pertanyaan ini disampaikan karena Perancis diakuinya sudah merasakan langsung keganasan ISIS, setelah seorang warganya menjadi korban.
“Kalau di Indonesia Insya Allah aman,” tegas ulama bergelar doktor bidang tasawuf lulusan Universitas Ummul Qura’, Makkah ini.
Sekjen PBNU Marsudi Syuhud melanjutkan, untuk keragaman wawasan, PBNU juga menampung beberapa mahasiswa dari Afghanistan dan Pattani, Thailand untuk belajar tentang Islam yang sebenarnya.
“Mereka menerima beasiswa penuh dari PBNU, dan kami membutuhkan dukungan untuk ini,” pungkasnya.