REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Rencana Israel membangun sekitar 500 rumah baru bagi pemukim Yahudi di daerah jajahan Yerusalem timur adalah tamparan di wajah Amerika Serikat (AS) dan masyarakat dunia.
Israel menyetujui pembangunan rumah itu pada Senin saat kepala perunding Palestina Saeb Erakat bertemu dengan Menteri Luar Negeri (Menlu) AS John Kerry di negara adidaya itu.
"Dengan keadaan di daerah jajahan Yerusalem pada titik didih, pengumuman pemukiman terkini Israel itu adalah tamparan di wajah Kerry, ke masyarakat dunia, rakyat Palestina, dan perdamaian," kata Erakat dalam pernyataannya, Senin (3/11) malam.
AS dan masyarakat dunia mengutuk rencana berulang untuk rumah pemukim baru di Yerusalem timur, yang Palestina inginkan menjadi ibukota negara masa depan mereka. Israel menganggap seluruh Jerusalem sebagai ibukota tak terpisahkannya.
Israel merebut wilayah timur kota itu pada 1967 dan kemudian mencaploknya dalam langkah tidak pernah diakui masyarakat dunia. Kantor Perdana Menteri Benjamin Netanyahu bertekad, pada 27 Oktober membangun lebih dari 1.000 rumah pemukim baru.
Pembangunan permukiman Yahudi di Yerusalem timur dan wilayah jajahan Tepi Barat berulang kali merusak pembicaraan perdamaian. "Pesan itu sangat jelas," kata Erakat.
"Pemerintah Netanyahu memilih pemukiman daripada perundingan, penjajahan daripada penyelesaian dua-negara, dan apartheid daripada kesetaraan dan hidup berdampingan," kata Erakat menambahkan.
Dengan ketiadaan perundingan, yang beberapa dasawarsa gagal membawa perdamaian, Palestina mencari penyelesaian Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan memberikan tenggat dua tahun bagi Israel untuk mengakhiri pendudukannya atas wilayah Palestina.