Senin 10 Nov 2014 02:11 WIB

Perdana Menteri Yaman Minta Rakyat Dukung Pemerintahan Baru

Rep: C03/ Red: Bayu Hermawan
Peta Yaman.
Foto: Foto: lib.utexas.edu
Peta Yaman.

REPUBLIKA.CO.ID, YAMAN -- Perdana Menteri baru Yaman, Khaled Bahhah bersumpah akan menyatukan negaranya di tengah pertarungan politik yang sedang berlangsung. Ia meminta semua fraksi untuk mendukung pemerintahannya sesuai dengan perjanjian yang ditandatangani pekan lalu.

Seperti dilansir Al Jazera, Senin pagi (10/11), Khaled Bahhah mengatakan bahwa pemerintahnya akan tetap menjaga kesatuan dan persatuan meski kerap kali ada seruan boikot dari Demostran Houthi yang bersekutu dengan mantan presiden Ali Abdullah Saleh.

"Mereka telah menandatangani di atas kertas bahwa mereka mendukung pemerintah ini. Jadi terlepas dari semua pernyataan mereka, kita sedang mempertimbangkan apa yang telah ditandatangani dalam pertemuan dengan perwakilan PBB," ujar Khaled Bahhah di ibukota Sanaa.

Sebelumnya pada Minggu, Bahhah memimpin rapat pertama dengan kabinetnya, setelah mereka dilantik.

"Saya tahu bahwa itu bukan hal yang mudah untuk memulai di Yaman, tetapi dengan semua dukungan dari rakyat Yaman, saya pikir kita akan mampu mengatasi semua masalah ini," katanya.

Bahhah mengatakan bahwa pemerintahnya akan menghormati pelaksanaan sanksi PBB terhadap tiga mantan pemimpin, termasuk Saleh. "Masyarakat Yaman akan berada dalam bahaya jika hasil dari dialog nasional tidak dilaksanakan," ujarnya.

Menanggapi hal itu Peter Salisbury, seorang analis dan wartawan independen politik, mengomentari perkembangan politik terakhir di Yaman. "Masyarakat tampaknya tidak puas dengan berdirinya dinamika politik yang ada. Stabilisasi ekonomi, gaji tetap, tunjangan kesejahteraan, dan perlindungan keamanan adalah harapan utama dari pemerintahan baru," jelasnya.

Majelis Permusyawaratan tertinggi di Yaman dan Demonstran dari Houthi menentang pemerintahan Yaman yang baru terbentuk. GPC mengatakan tidak pernah ada komunikasi dalam pembentukan cabinet baru.

Yang berkuasa Kongres Rakyat Umum (GPC) dan demonstran Houthi telah menentang pemerintah baru terbentuk pada hari Jum’at dan di sambut oleh Wasingthon.

The GPC mengatakan tidak berkonsultasi dalam pembentukan kabinet baru. Demonstran Houthi juga menolak kabinet baru, mereka menuntut adanya pemecatan anggota yang di anggap tidak sah dan korup.

"Merupakan pelanggaran terhadap kesepakatan damai dan hambatan terhadap dinamika politik yang hanya mementingkan kepentingan pribadi," kata Demontran Houthi dalam sebuah pernyataan pada hari Sabtu.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement