REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) tak henti terus didorong bersikap terbuka, antikritik, dan transparan kepada masyarakat. Menyusul statusnya sebagai badan publik pascaputusan Komisi Informasi Pusat, Asosiasi tertinggi sepak bola itu harus sadar bahwa mereka memiliki informasi yang harus bisa diperoleh masyarakat secara terbuka.
"Secara kajian ilmu, ya, PSSI adalah badan publik," kata pakar komunikasi politik Universitas Indonesia, Effendi Gazali ditemui Republika Online usai menghadiri satu diskusi di Gelora Bung Karno, Ahad (28/12).
PSSI, lanjut Effendi, harus sadar, 'melek' diri, bahwa era post modernisme ini menjadikan informasi begitu mudah diperoleh masyarakat. Sangat disayangkan jika PSSI yang mengusung misi negara, justru tertutup dan tidak mau berbenah atas desakan civil society ini. "Sebenarnya ini saatnya PSSI untuk mau berbenah," tambah Effendi.
Mengomentari hubungan kurang harmonis antara PSSI dan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) beberapa pekan terakhir ini, pengajar pascasarjana di Universitas Indonesia itu juga meminta perang statemen tersebut segera dihentikan. Mediasi melalui DPR, lanjutnya, sebisa mungkin tidak perlu dilakukan.
"Bila ada satu permasalahan yang berbau politis, akan semakin bias jika juga diselesaikan secara politis," katanya menambahkan.
Dorongan untuk PSSI agar sadar sebelumnya juga disampaikan lembaga pengawas pelayanan publik, Ombudsman Republik Indonesia (ORI). Bahkan Ketua ORI, Danang Girindrawardana menyebut kepengurusan PSSI haru direformasi total. Keputusan ini perlu dilakukan dalam hal ini pemerintah melalui Kemenpora, melihat sikap PSSI yang sama sekali jauh dari pelayanan publik yang baik.
"PSSI mengusung misi negara, mereka membawa citra sepak bola ke luar negeri. Menpora tinggal menggunakan wewenangnya apakah berani mereformasi PSSI," ujarnya akhir pekan kemarin. Menurut Danang, Menpora setidaknya dapat menghimpun semua laporan PSSI, dan membuat uji validitas sejauh mana prestasi yang sudah dibuat PSSI.