REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sepanjang 2014, Kementerian Perdagangan mencatat neraca nonmigas mengalami surplus sebesar 11,2 miliar dolar AS. Kinerja ini mengalami peningkatan dibandingkan pada 2013 yang hanya sebesar 8,5 miliar dolar AS.
Menteri Perdagangan Rachmat Gobel mengatakan, peningkatan surplus tersebut disebabkan oleh turunnya impor nonmigas sebesar 4,7 persen. Jumlah tersebut lebih besar dibandingkan dengan penurunan ekspor non migas yang mencapai 2,6 persen.
"Naiknya surplus neraca perdagangan non migas mampu menekan defisit neraca perdagangan," kata Rachmat di Kantor Kementerian Perdagangan, Selasa (3/1).
Kinerja ekspor nonmigas selama 2014 di dominasi oleh sektor industri, dengan kontribusi sekitar 66,6 persen. Produk industri yang naik signifikan diantaranya perhiasan atau permata sebesar 68,9 persen, bahan kimia organik yakni 14,4 persen, kendaraan dan bagiannya sebesar 14,1 persen, dan alas kaki dengan jumlah sekitar 6,4 persen.
Sementara itu, pada periode yang sama sektor pertanian mengalami peningkatan sebesar 1 persen. Kenaikan terjadi pada prosuk buah-buahan sebesar 56,7 persen, produk hewani sekitar 9,8 persen, serta ikan dan udang yakni 8,5 persen.
Sedangkan, sektor pertambangan justru merosot sebesar 26,7 persen. Hal ini akibat dari penurunan ekspor pada produk bijih besi, kerak, abu logam, timah, dan alumunimum.
"Melemahnya kinerja ekspor selama 2014 tidak hanya dialami oleh Indonesia, namun beberapa negara juga merasakan hal yang sama diantaranya Jepang, Brasil, dan Argentina," kata Rachmat.
Rachmat menjelaskan, perdagangan nonmigas antara Indonesia dengan negara lain seperti India, Amerika Serikat, Filipina, Belanda, dan Uni Emirat Arab telah menyumbang surplus nonmigas mencapai 24,7 miliar dolar AS. Sementara itu, perdagangan dengan Thailand, Jepang, Korea Selatan, dan Australia menyebabkan defisit terbesar mencapai 21,6 miliar dolar AS.